-
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah belum berencana untuk mengevakuasi warga negara Indonesia yang tinggal di Libya maupun Bahrain, terkait semakin memanasnya situasi keamanan di kedua negara tersebut.
"Saat ini kita masih dalam tahap evaluasi dan terus memonitor keadaan di kedua negara tersebut. Tapi seperti kasus Mesir beberapa waktu lalu, kami siap mengevakuasi WNI apabila keadaan semakin buruk," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Kusuma Habir di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, tiga orang dilaporkan terbunuh dan 195 orang lainnya terluka ketika polisi Bahrain melakukan tindakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa anti-Pemerintah di Manama pada Kamis (17/2), menurut menteri kesehatan, setelah laporan pihak oposisi yang menyebutkan empat orang tewas.
Para pengunjuk rasa menuntut perubahan pemerintahan di Bahrain, yang diperintah keluarga Sunni sementara mayoritas penduduknya Syiah. Kesulitan hidup, ketiadaan kebebasan politik dan diskriminasi sektarian ditengarai juga menjadi faktor yang melatar belakangi unjuk rasa tersebut.
Sementara itu di Libya, setidak-tidaknya 12 orang tewas pada Kamis (17/2) dan puluhan cedera dalam unjuk rasa anti-Pemerintah di kota wilayah timur laut, Al Baida dan kota bagian timur, Benghazi di Libya.
Pengunjuk rasa Libya yang terinspirasi oleh ketegangan di Mesir dan Tunisia juga menyebutkan "Hari Kemarahan" pada Kamis untuk menantang pemimpin Libya selama 41 tahun, Kolonel Muammar Qadhafi yang telah diduga melanggar Hak Asasi Manusia.
Kantor Berita Al Arabiya yang mengutip jejaring oposisi dan organisasi non-kepemerintahan melaporkan bahwa pasukan keamanan dan milisi Dewan Revolusioner menembaki pengunjuk rasa damai yang kebanyakan terdiri dari para pemuda di kota Al Baida, sehingga menewaskan setidaknya enam orang.
Satu kelompok dalam jejaring "Facebook" yang mengajak adakan "Hari Kemarahan" memiliki 4.400 anggota pada Senin, namun setelah bentrokan pada Rabu di Benghazi, jumlahnya melebihi satu kali lipat menjadi 10.000 anggota.
Qadhafi yang mendapat kekuasaan saat kudeta 1969 merupakan pemimpin yang berkuasa paling lama di negara-negara Afrika dan Arab.
Pemicu unjuk rasa itu, diduga akibat penahanan pengacara HAM, Fathi Terbil oleh pasukan keamanan Libya, namun Terbil dilaporkan telah dibebaskan.
(A051/C004)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011