Aljir (ANTARA News) - Seorang mantan pemimpin senior rezim Aljazair, Abdelhamid Mehri, pada Kamis menyerukan perubahan politik di negara terbesar kedua di Afrika Utara itu dalam surat terbukanya kepada Presiden Abdelaziz Bouteflika.
"Saya menyurati anda secara pribadi dalam surat ini khususnya dalam konteks berbahaya dan sangat halus," kata mantan sekretaris jenderal Front Nasional Liberal, yang berkuasa sejak kemerdekaan negara itu pada 1962, demikian AFP melaporkan.
Surat yang dipublikasikan ke media itu menuduh rezim tidak mampu menyelesaikan masalah negara yang rumit, berlipat ganda serta kompleks, dan bahkan kurang sigap dalam menyiapkan efesiensi bagi tantangan masa depan, yang akan lebih sulit dan serius.
"Pertanyaan mendasar, yang meminta sebuah upaya nasional terorganisasi dan menyeluruh, adalah menciptakan sebuah rezim yang demokratis seutuhnya," kata Mehri (85), yang juga pernah menjabat sebagai menteri serta duta besar untuk Prancis.
Mehri meminta pembebasan bagi sekelompok besar masyarakat yang terjebak dalam lingkaran pengecualian dan marjinalisasi.
Masih pada kamis, koalisi oposisi yang memiliki kekuatan cukup besar mengumumkan bahwa mereka akan bergabung dengan aksi protes yang rencananya akan digelar pada Sabtu di Aljir, meskipun ada konsesi dari perdana menteri, yang pada Rabu menekankan kembali kesiapan pemerintah untuk mencabut status darurat nasional dalam beberapa pekan.
"Aljazair benar-benar berada di jalan untuk berubah. Perjuangan kita melampaui pencabutan status darurat," kata Fodil Boumala, seorang anggota pendiri Koordinasi Nasional untuk Perubahan dan Demokrasi (CNCD), yang merupakan kelompok gabungan dari oposisi politik, liga hak asasi manusia dan perserikatan dagang.
"Demonstrasi selanjutnya pada Sabtu telah dipersiapkan dengan baik, dengan rasa takut yang lebih sedikit," kata Boumala. Demonstrasi sebelumnya di ibu kota pada 12 Februari berhasil mengumpulkan sekitar 2.000 orang yang menentang pelarangan.
Pejabat CNCD mengumumkan aksi unjuk rasa serupa di kota Oran di tepi barat, tempat dimana mereka mengatakan bahwa pemerintah telah menolak permintaan untuk berkumpul di Saada Hall.
"Kami akan tetap pergi ke aula itu untuk melakukan rapat. Terserah bagi pejabat yang menolak atau memberikan izin kepada kamilah yang akan bertanggung jawab," kata perwakilan CNCD di Oran, Kaddour Chouicha.
Boumala mengatakan pada saat pengumuman dicabutnya status darurat nasional, yang telah diterapkan sejak 1992, pemerintahan Perdana Menteri Ahmed Ouyahia telah menyiapkan undang-undang anti teroris yang lebih berbahaya.
Status darurat nasional tersebut diumumkan untuk memerangi pemberontakan garis keras Islam yang merengut lebih dari 150.00 nyawa dalam satu dekade.
Boumala menolak sejumlah tawaran Ouyahia, yang meliputi langkah untuk menyediakan perumahan dan memerangi angka pengangguran, dan menyebut hal itu sebagai solusi tipuan bagi krisis struktural di Aljazair. (PPT/M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011