Jika susu formula itu diolah sesuai aturan yang telah ditentukan, bakterinya tidak bermasalah lagi
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menegaskan bahwa bakteri yang dikhawatirkan terkandung dalam susu formula dapat diatasi.
Demikian inti keterangan Menkes dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI yang juga menghadirkan Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Senayan, Jakarta, Kamis.
Rapat itu bertujuan mencari solusi atas masalah susu formula berbakteri.
Namun, dalam kesempatan pertama mengungkapkan masalah itu, Menteri Kesehatan (Menkes) memastikan, bakteri yang terlanjur diekspos besar-besaran sebagai material berbahaya bagi bayi serta anak-anak itu, tidak perlu dikhawatirkan lagi.
"Jika susu formula itu diolah sesuai aturan yang telah ditentukan, bakterinya tidak bermasalah lagi," katanya dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Ahmad Nizar Shihab.
Sebelum rapat dimulai, kepada pers Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Dr Ir I Wayan Teguh Witawan menegaskan, pihaknya tidak dapat membeberkan hasil penelitian ihwal susu formula berbakteri `Enterobacter sakazakii` kepada siapa pun, termasuk kepada anggota DPR RI.
Menurut dia, hingga kini pihaknya belum menerima Putusan Mahkamah Agung tentang masalah tersebut.
Ditegaskannya juga, sikap IPB ini tidak dapat digugat atau diintervensi siapa pun. "Kami kan lembaga penelitian independen yang tidak bisa ditekan oleh pihak manapun," tandasnya.
Sementara itu, ketika tampil pada forum rapat dengar pendapat, I Wayan Teguh Witawan juga berusaha berkelit untuk sampai pada persoalan mengungkap merek formula berbakteri hasil penelitian para peneliti IPB.
Ia mengungkapkan, IPB sudah melaksanakan penelitian ulang atas 22 sampel susu formula yang mengandung bakteri pada 2009.
Dijelaskannya, penelitian awal atas 22 sampel itu telah dilakukan pada 2006 yang dilakukan bukan untuk `surveillance`, melainkan untuk melakukan isolat bakteri.
Dalam penelitian selajutnya, tuturnya, pihaknya mengambil 42 sampel termasuk susu formula yang semula diamati mengandung bakteri.
Ternyata hasilnya, menurut dia, 42 sampel itu negatif terkontaminasi bakteri berbahaya, yang berarti hasil ini berbeda 360 derajat dengan hasil penelitian semula.
"Nampaknya, apa yang dulu pernah positif ternyata negatif," katanya lagi.
Ia mengatakan, pada 2006 pihaknya sudah menyampaikan hail penelitian itu kepada produsen susu, lalu pada 2007 mempresentasikan hasil penelitian itu kepada perusahaan tersebut.
Dekan IPB ini kemudian memaparkan, informasi hasil penelitian itu pun sudah disampaikan kepada BPOM pada 2008 untuk ditindaklanjuti, malahan lembaga itu juga sudah mengambil sampel.
Selanjutnya, menurut dia, Kepala BPOM telah mengambil sampel 90 jenis susu formula itu pada Maret 2008.
Bahkan, tuturnya, pada 2009, telah diambil pula 11 sampel, kemudian 99 sampel (2010), seterusnya 18 sampel (2011).
Hasil dari seluruh proses penelitian tersebut, katanya, adalah semua susu formula sudah tidak lagi mengandung bakteri.
Gugatan Pengacara
Kasus yang semakin kontroversial ini berawal dari gugatan David Tobing, seorang pengacara ke Pengadilan Negeri Jakarta.
Ia melakukan gugatan itu berbekal hasil penelitian IPB tentang sejumlah merek susu yang mengandung bakteri berbahaya itu sehingga pengadilan diminta memerintahkan Departemen Kesehatan (kini Kemenkes) dan IPB mengumumkan nama-nama susu itu.
Selanjutnya, sesudah berproses di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga Kasasi di Mahkamah Agung (MA), David Tobing akhirnya berhasil memenangkan perkara tersebut.
Amar Putusan MA terbit 26 April 2010 yang dilahirkan dalam suatu sidang yang dipimpin Ketua MA Harifin Tumpa.
Putusan itu menyebutkan, penelitian yang menyangkut kepentingan publik harus diumumkan sebab kasus ini oleh MA dianggap bisa meresahkan masyarakat dan merugikan konsumen.
Kasus ini bermula dari penelitian IPB antara 2003 hingga 2006.
Dalam penelitian itu, ditemukan sejumlah susu formula yang mengandung bakteri berbahaya.
Selanjutnya, pada Kamis (10/2) lalu Menkes bersama pihak IPB dan BPOM juga menyertakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menggelar jumpa pers.
Forum itu sebenarnya ditunggu publik yang ingin mendapatkan kepastian merek susu yang mengandung bakteri itu.
Ternyata hingga jumpa pers usai, tidak ada satu pun merek susu formula yang diumumkan mengandung bakteri berbahaya ini.
Ketika itu, Menkes menyatakan, pihaknya belum menerima putusan MA itu sehingga belum dapat mengumumkan seluruh merek susu formula dimaksud.
Menteri memastikan semua merek susu formula yang saat ini beredar di pasar, aman, tidak ada lagi yang terkontaminasi bakteri.
Itu terjadi, menurut dia, karena sejak 2008 sudah diatur larangan penggunaan bakteri `sakazakii`.
Menteri lulusan Universitas Harvard, Amerika Serikat ini, melanjutkan, bakteri bisa berkembang di mana saja.
Bisa jadi, lanjutnya, di lain hari akan ada lagi bakteri jenis lain selain `Enterobacter sakazakii` -- yang saat ini termasuk salah satu jenis bakteri baru.
Kasus susu berbakteri akhirnya masuk Senayan sesudah Komisi IX DPR RI memanggil para pihak yang terkait dengan kasus tersebut.
Beberapa anggota komisi ini di antaranya Rieke Diah Pitaloka (Fraksi PDI Perjuangan) terang-terangan mempersoalkan mengapa Pemerintah tidak kunjung mengumumkan merek susu yang mengandung `Enterobacter sakazakii` ini.
Karena itu, rapat di komisi yang membidangi masalah kesehatan itu, selain mengundang Menkes, Ketua BPOM, para peneliti IPB, juga menghadirkan para konsumen, termasuk Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
(M036/N002/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011