Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 belum bisa diprediksi kapan akan berakhir, namun salah satu cara agar terlindung dari virus tersebut adalah dengan melakukan vaksinasi.
Data per tanggal 12 Oktober 2021 dari Kemenkes RI menunjukkan jumlah penduduk Indonesia yang mendapat vaksin dosis 1 baru mencapai 48,6 persen dan 28,04 persen untuk vaksin dosis 2. Karena itu berbagai upaya terus dilakukan untuk mengoptimalkan cakupan vaksinasi agar semua masyarakat terlindungi dari COVID-19.
dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD, dari Good Doctor mengatakan terdapat perubahan regulasi bagi penyintas COVID-19 yang akan melakukan vaksinasi. Dulu penyintas COVID-19 baru bisa menerima vaksin setelah 3 bulan dinyatakan sembuh, namun kini tak perlu menunggu lama cukup 1 bulan saja.
Baca juga: Sebanyak 62.732.568 penduduk Indonesia mendapat vaksinasi dosis kedua
Menurutnya perubahan seputar COVID-19 sangat dinamis. Segala informasi tentang COVID-19 terus diperbarui sesuai kajian ilmiah terbaru.
"Syaratnya, penyintas dengan gejala ringan-sedang, bisa divaksin 1 bulan setelah dinyatakan sembuh. Bagi yang mengalami gejala berat, harus menunggu 3 bulan dengan catatan harus bebas dari long COVID dan kondisi sudah stabil tanpa gejala sisa," ujar dr. Jeff melalui keterangan resmi Good Doctor dikutip pada Senin.
Lebih lanjut dr. Jeff menjelaskan, jika pasca vaksin pertama, seorang pasien terkena COVID-19 maka setelah sembuh wajib melanjutkan dosis kedua. Menurut dr. Jeff, penyintas COVID-19 tetap perlu untuk menerima vaksin, sebab terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa kekebalan yang muncul dari infeksi alami, tidak sama dengan yang muncul dari vaksinasi.
"Jangan menganggap tidak perlu dosis kedua karena sudah dapat vaksin dosis kedua saat terkena COVID-19, kekebalan yang terbentuk lebih bagus dari vaksin, karena di dalam vaksin ada ajuvan (zat tambahan) khusus, yang membuat efek kekebalannya jauh lebih bagus daripada infeksi alami. Meski sudah kena varian Delta, tetap saja harus vaksinasi apalagi kalau yang baru dapat 1 dosis," kata dr. Jeff.
dr. Jeff juga mengatakan vaksin Corona baru, Zifivax merupakan vaksin ke-10 yang mendapatkan izin edar dari BPOM. Sudah ada uji klinis fase 3, dengan efikasi 81,7 persen, KIPI relatif ringan tidak ada yang berat atau serius.
Akan tetapi, jenis vaksin ini masih diperuntukkan bagi yang berusia 18 tahun ke atas, sesuai dengan kriteria uji klinis.
"Vaksin ini cukup ampuh melindungi dari varian Delta, tapi belum bisa didapatkan di pasaran, karena perlu waktu untuk distribusinya. Kabar baiknya, vaksin ini nanti akan diproduksi sendiri oleh Indonesia. Diharapkan awal November nanti sudah tersedia," ujar dr. Jeff.
Sementara itu, vaksinasi untuk ibu hamil di Indonesia baru ada tiga jenis yang disetujui yakni disetujui yaitu Pfizer, Moderna, dan Sinovac. Diharapkan akan lebih banyak lagi vaksin yang disetujui untuk ibu hamil, agar lebih banyak pilihannya.
"Menurut studi, ibu hamil yang kena COVID-19, risiko kematian meningkat sampai 70 persen. Jadi segeralah divaksin. Syaratnya, minimal 13 minggu kehamilan. Vaksinasi COVID-19 tidak boleh dilakukan di trimester 1 kehamilan," jelas dr. Jeff.
Baca juga: Cegah penyebaran COVID-19 selama liburan, begini panduan terbaru CDC
Untuk ibu menyusui pilihannya lebih banyak, dan dapat menggunakan semua jenis vaksin yang ada di Indonesia. dr. Jeff menegaskan bahwa komponen vaksin tidak akan bercampur dengan ASI.
Justru sebaliknya, antibodi yang diterima sang ibu dari vaksin akan masuk ke bayi melalui ASI.
"Jadi ibu tidak perlu takut, bisa menyusui seperti biasa. Jauh lebih baik divaksin daripada tidak divaksin," kata dr. Jeff.
Sementara itu, Prof. Dr. dr. Rini Sekartini SpA(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyebutkan saat ini cakupan imunisasi, terutama di Jakarta sudah di atas 80 persen.
Pada kelompok dewasa bahkan sudah di atas 100 persen, dengan rincian vaksin pertama di atas 90 persen, dan vaksin kedua sudah di atas 80 persen.
Vaksinasi anak di negara lain sudah sejak usia 3 tahun, menggunakan Sinovac, akan tetapi Indonesia belum dibolehkan untuk anak di bawah 12 tahun. Meski demikian, saat ini tengah dilakukan penelitan vaksin buatan Biofarma di mana anak-anak dilibatkan.
Terkait dengan anak-anak yang sudah mulai masuk sekolah, Prof Rini, meyakinkan bahwa protokol sekolah tatap muka sudah sangat ketat.
Anak-anak hanya menghabiskan waktu di sekolah sekira 2 jam saja, tanpa membawa bekal sehingga tidak perlu membuka masker selama di kelas.
"Sampai saat ini di DKI Jakarta yang sudah memberlakukan sekolah tatap muka, belum ada klaster sekolah. Ada kasus namun ternyata anak tertular dari klaster di rumah," kata Prof. Rini.
Prof. Rini mengatakan saat ini anak-anak belum bisa divaksinasi sehingga salah satu upaya melindungi dari infeksi COVID-19 adalah dengan memberikan nutrisi yang sehat. Selain itu, anak perlu diberi vitamin secukupnya untuk D dan C atau multivitamin.
"Anak-anak tidak membutuhkan vitamin E secara khusus. Jangan berlebihan karena akan dibuang kelebihannya melalui urine. Vitamin D penting karena banyak anak kekurangan vitamin D terlebih setelah pandemi jarang aktivitas fisik di bawah sinar matahari," ujar Prof. Rini.
Baca juga: Sydney longgarkan banyak pembatasan COVID saat vaksinasi melejit
Baca juga: Menebar vaksin hingga ke pintu samudera
Baca juga: Satgas Sulsel catat angka kesembuhan pasien COVID-19 terus meningkat
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021