Kami menjual produk gula semut itu dipasok dari perajin lokal, seperti Malingping, Cijaku dan SobangLebak (ANTARA) -
Permintaan gula semut (gula aren bubuk) di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sejak sebulan terakhir cenderung meningkat dari 30 kilogram kini menjadi 100 kilogram per hari.
"Jika terjual 100 kilogram dengan harga Rp40 ribu/ kilogram maka bisa menghasilkan omzet pendapatan Rp4 juta/ hari," kata Awa (45) seorang pemilik Toko Najwa yang menjual produk aneka makanan tradisional di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Minggu.
Meningkatnya permintaan gula semut itu mendoronf kegiatan ekonomi menggeliat lagi di kabupaten tersebut. Pemerintah setempat pun kini memperbolehkan kegiatan ekonomi hingga malam hari, namun tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes).
Menurunnya kasus pandemi itu, kata dia, berdampak terhadap omzet pendapatan.
Pedagang eceran aneka makanan produk lokal itu menjual selain gula semut, juga gula aren, labeur jahe, ranginang, kerupuk emping melinjo, kerupuk kulit, sale pisang, uli ketan, kaceprek, ranginang manis, kue sempring, opak singkong, keripik pisang dengan berbagai rasa.
Saat ini, kata dia, permintaan produk makanan tradisional kembali normal dan konsumen datang untuk membeli oleh-oleh khas makanan tradisional Lebak.
"Permintaan permintaan konsumen naik dibandingkan setahun, yang lebih tampak sepi, hingga terancam bangkrut, " katanya menjelaskan.
Baca juga: Kemenperin bimbing IKM gula semut pakai mesin otomatisasi
Ia mengatakan kebanyakan permintaan gula semut untuk bahan baku campuran aneka makanan kuliner, selain untuk produksi sirop hingga campuran minuman kopi dan jus. Keunggulan gula semut itu, lanjutnya, selain mudah untuk bahan campuran aneka makanan juga rasanya manis dan beraroma, serta tanpa bahan pengawet dan tidak tinggi kadar gulanya, sehingga banyak dikonsumsi penderita diabetes.
"Kami menjual produk gula semut itu dipasok dari perajin lokal, seperti Malingping, Cijaku dan Sobang, " katanya.
Begitu juga pedagang lainnya, Nita (35) mengaku saat ini permintaan gula semut relatif meningkat dibandingkan saat pandemi.
"Kami cukup senang dengan naiknya omzet penjualan itu hingga omzet Rp5-6 juta per hari," kata Nita.
Sementara itu,Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mitra Mandala Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Anwar Aan mengatakan saat ini permintaan gula semut untuk pedagang eceran di Rangkasbitung hingga ke luar daerah mulai meningkat.
Belum lama ini ia mengaku memasok gula semut ke Korea Selatan sebanyak satu ton.
Produksi gula semut yang dirintis tahun 1999, kata dia, dapat menghidupi ribuan warga mulai petani, buruh sadap nira, pekerja, pengemudi.
"Kami berharap pandemi ini tidak ada lagi sehingga bisa kembali ekspor ke Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan Singapura," katanya.
Baca juga: Menteri Pertanian lepas ekspor gula semut Cilacap ke Brasil
"Jika terjual 100 kilogram dengan harga Rp40 ribu/ kilogram maka bisa menghasilkan omzet pendapatan Rp4 juta/ hari," kata Awa (45) seorang pemilik Toko Najwa yang menjual produk aneka makanan tradisional di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Minggu.
Meningkatnya permintaan gula semut itu mendoronf kegiatan ekonomi menggeliat lagi di kabupaten tersebut. Pemerintah setempat pun kini memperbolehkan kegiatan ekonomi hingga malam hari, namun tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes).
Menurunnya kasus pandemi itu, kata dia, berdampak terhadap omzet pendapatan.
Pedagang eceran aneka makanan produk lokal itu menjual selain gula semut, juga gula aren, labeur jahe, ranginang, kerupuk emping melinjo, kerupuk kulit, sale pisang, uli ketan, kaceprek, ranginang manis, kue sempring, opak singkong, keripik pisang dengan berbagai rasa.
Saat ini, kata dia, permintaan produk makanan tradisional kembali normal dan konsumen datang untuk membeli oleh-oleh khas makanan tradisional Lebak.
"Permintaan permintaan konsumen naik dibandingkan setahun, yang lebih tampak sepi, hingga terancam bangkrut, " katanya menjelaskan.
Baca juga: Kemenperin bimbing IKM gula semut pakai mesin otomatisasi
Ia mengatakan kebanyakan permintaan gula semut untuk bahan baku campuran aneka makanan kuliner, selain untuk produksi sirop hingga campuran minuman kopi dan jus. Keunggulan gula semut itu, lanjutnya, selain mudah untuk bahan campuran aneka makanan juga rasanya manis dan beraroma, serta tanpa bahan pengawet dan tidak tinggi kadar gulanya, sehingga banyak dikonsumsi penderita diabetes.
"Kami menjual produk gula semut itu dipasok dari perajin lokal, seperti Malingping, Cijaku dan Sobang, " katanya.
Begitu juga pedagang lainnya, Nita (35) mengaku saat ini permintaan gula semut relatif meningkat dibandingkan saat pandemi.
"Kami cukup senang dengan naiknya omzet penjualan itu hingga omzet Rp5-6 juta per hari," kata Nita.
Sementara itu,Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mitra Mandala Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Anwar Aan mengatakan saat ini permintaan gula semut untuk pedagang eceran di Rangkasbitung hingga ke luar daerah mulai meningkat.
Belum lama ini ia mengaku memasok gula semut ke Korea Selatan sebanyak satu ton.
Produksi gula semut yang dirintis tahun 1999, kata dia, dapat menghidupi ribuan warga mulai petani, buruh sadap nira, pekerja, pengemudi.
"Kami berharap pandemi ini tidak ada lagi sehingga bisa kembali ekspor ke Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan Singapura," katanya.
Baca juga: Menteri Pertanian lepas ekspor gula semut Cilacap ke Brasil
Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021