Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) belum menerima informasi resmi dari pemerintah Arab Saudi tentang penutupan (penghentian) penempatan TKI ke negara itu.
"Setahu saya tidak ada penutupan, yang ada penumpukan visa sampai 100 ribu lebih. Jadi mereka (Kerajaan Saudi) berencana membatasi penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) karena masalah teknis pelayanan bukan mengeluarkan peraturan (regulasi) penghentian penempatan," kata Sekjen Apjati Rusdi Basalamah di Jakarta, Rabu.
Dia juga menjelaskan bahwa yang menentukan boleh tidaknya penempatan tenaga kerja asing ke negara tersebut adalah Kerajaan, bukan asosiasi swasta.
Rusdi juga menjelaskan bahwa pihaknya bersama dua organisasi perusahaan jasa TKI (PJTKI) lainnya selalu menjaga koordinasi dengan Kedubes Saudi di Jakarta.
Pada pertemuan terakhir disepakati untuk membentuk konsorsium organisasi yang terdiri dari Apjati, Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) dan Indonesian Employment Association (Idea) untuk mempermudah koordinasi penempatan.
Di sisi lain, Rusdi mempertanyakan prestasi apa yang dilakukan pemerintah (Kemenakertrans dan BNP2TKI) jika kebijakan yang dikeluarkan hanya menutup penempatan, seperti yang sudah terjadi pada Kuwait, Malaysia, Jordan.
Di sisi lain angka pengangguran di Indonesia masih relatif tinggi dan pemerintah tidak mampu memberi pekerjaan kepada rakyatnya, tertama mereka yang berpendidikan SD dan tidak tamat SD yang persentasenya mencapai 52 persen lebih.
Angka itu menjadi lebih besar jika mengacu pada mereka yang berpendidikan SLTP dan tidak tamat SLTP.
Menurut dia, pemerintah selayaknya membuka lapangan kerja seluas-luasnya, baik di dalam maupun di luar negeri, seperti yang dilakukan sejak Menteri Cosmas Batubara hingga periode berikutnya.
"Menurut saya, selayaknya penempatan TKI menjadi lebih baik, lebih maju dari pada Filipina karena saat ini ada dua lembaga yang menanganinya, yakni Kemenakertrans dan BNP2TKI, bukan sebaliknya," kata Rusdi.
Dia berharap, dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap kinerja kedua lembaga tersebut (Kemenakertrans dan BNP2TKI) untuk melihat apakah harapan Presiden Yudhoyono empat tahun lalu tercapai, yakni terciptakan penempatan TKI yang murah, mudah dan aman.
"Tidak seperti yang disinyalir KPK saat mengevaluasi kinerja pelayanan publik, khususnya untuk TKI," kata Rusdi. (*)
(T.E007/Z002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011