London (ANTARA News/AFP) - Harga minyak mentah Brent sempat naik di atas 103 dolar Amerika Serikat di London pada Rabu waktu setempat, didukung berlanjutnya ketakutan dari penyebaran kerusuhan di Timur Tengah, kata para pedagang.

Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April melambung setinggi 103,20 dolar dalam transaksi sore. Brent kemudian berdiri di 102,65 dolar, naik 1,01 dolar dari tingkat penutupan Selasa.

Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk Maret, bertambah 27 sen menjadi 84,59 dolar per barel.

"Minyak mentah Brent terus tetap cukup baik didukung penyebaran kerusuhan di seluruh Timur Tengah dengan Libya dan Iran mulai mengalami masalah mereka sendiri," ujar analis CMC Markets Michael Hewson.

"Minyak mentah AS terlihat sedikit melemah, mendekati posisi terendah dua bulan di bawah 85 dolar, meskipun telah kembali naik dari titik terendah karena sedikit lebih rendah dari perkiraan peningkatan persediaan. "

Sebuah rekor perbedaan harga antara patokan New York, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent karena pasokan minyak mentah melimpah di Amerika Serikat, di mana stasiun Cushing di Oklahoma hampir penuh.

Departemen Energi Pemerintah AS pada Rabu mengumumkan bahwa persediaan minyak mentah naik 860.000 barel dalam pekan yang berakhir 11 Februari.

Ekspektasi telah untuk kenaikan yang lebih besar 1,7 juta barel, menurut para analis yang disurvei oleh Dow Jones Newswires.

Harga telah meningkat selama beberapa minggu terakhir di tengah kekhawatiran pasokan di kawasan labil karena demonstran turun ke jalan meminta pemimpin mereka mundur, dengan presiden Mesir dan Tunisia dipaksa keluar.

Demonstrasi telah menyebabkan gerakan serupa di negara-negara Arab lainnya, termasuk Iran, Yaman dan Bahrain, menarik inspirasi dari keberhasilan di kedua negara tersebut (Tunisia dan Mesir).

"Ini masih berkaitan dengan tingkat rendah, untuk saat ini, penyebaran kerusuhan di Timur Tengah dan Afrika Utara," kata analis Westhouse Securities, David Hart.

"Selama protes berlanjut di Iran, Libya, Bahrain, dll, maka premi risiko terkait akan mendukung harga minyak yang lebih tinggi."(*)

(Uu.A026/M012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011