"Mereka yang di belakang dua kasus kematian itu telah ditahan dan kami telah memulai penyelidikan awal," kata Menteri Dalam Negeri Sheikh Rashed bin Abdullah al-Khalifa Selasa malam dalam pidato televisi, demikian AFP melaporkan.
Menteri itu meminta maaf atas kematian kedua demonstran itu dalam bentrokan dengan polisi Senin dan Selasa, dengan mengatakan bahwa polisi akan melakukan pengendalian diri.
"Kami menyesal bahwa kejadian-kejadian belakangan itu telah menimbulkan korban dan meminta maaf pada bangsa, khususnya pada keluarga kedua orang yang tewas itu atau yang terluka," katanya.
"Pada beberapa tahun terakhr, saya senantiasa menegaskan bahwa personil keamanan hendaknya melakukan pengendalian diri untuk menghindari kejadian yang dapat disesali, dan kami berhasil melakukan demikian itu," ujarnya.
Raja Hamad dalam pidato Selasa menyampaikan belasungkawa atas kematian itu, mengumumkan seorang menteri akan menyelidiki dan berjanji akan mendorong pembaruann yang telah ia mulai dengan referendum pada 2001 yang memulihkan parlemen pada 2002 setelah dibatalkan pada 1975.
Pada 1990-an, negara Arab yang menghadapi Iran di seberang terusan Teluk itu telah dilanda oleh gelombang pergolakan pimpinan-Syiah yang mereda sejak pembaruan 2001.
Ribuan demonstran berkumpul di Pearl Square, Selasa, menyusul pemakaman satu dari kedua demonstran yang tewas itu. Demonstrasi yang ditujukan untuk mengubah rezim itu diserukan pada para aktivis Internet.
Diilhami oleh revolusi Mesir dan Tunisia yang menyebabkan tergulingnya pemimpin mereka masing-masing yang didukung Barat, beberapa demonstran Bahrain mengatakan mereka akan tinggal di lapangan itu hingga mereka menjatuhkan monarki tersebut.
Negara Teluk mayoritas Syiah yang dipimpin oleh dinasti Sunni al-Khalifa itu adalah sekutu setia Amerika Serikat dan menampung Armada Kelima Angkatan Laut AS. (S008/M016/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011