Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta Pemerintah dan Pertamina menyiapkan langkah antisipatif terhadap potensi ancaman krisis energi yang terjadi di beberapa negara akibat dari kenaikan harga komoditas sektor energi.
Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Sabtu, menyebutkan bahwa Singapore LNG Corp (SLNG) dikabarkan tengah menjajaki pembelian kargo gas alam cair (LNG) dari pasar spot (pengiriman segera dilakukan setelah transaksi selesai).
“Rencana pembelian LNG ini terhitung tidak biasa mengingat Singapura memiliki cadangan energi yang terjaga,” ujarnya.
Baca juga: IEA sebut krisis energi dapat mengancam pemulihan ekonomi global
Terkait hal tersebut, Mulyanto meminta Pemerintah memperketat pengawasan distribusi BBM dan LNG agar jangan sampai terjadi penyelundupan ke negara lain sehingga mengancam persediaan BBM yang ada di dalam negeri.
“Harga gas yang melonjak di pasaran internasional, tidak menutup kemungkinan membuat pengusaha melakukan tindakan ambil untung meskipun menyebabkan kuota pasokan gas domestik untuk industri tertentu dan listrik tersedot ekspor," paparnya.
Untuk itu, Mulyanto menginginkan agar adanya ketegasan terhadap pihak manapun yang berupaya menyalahgunakan kuota BBM dan LNG ini.
Ia mengingatkan bahwa bila ada isu kelangkaan BBM di suatu daerah perlu untuk segera dievaluasi dan dilancarkan distribusinya agar kasus tersebut tidak merembet ke wilayah lain.
“Kita perlu langkah-langkah antisipatif dalam melakukan mitigasi risiko krisis energi," tegas Mulyanto.
Baca juga: Indonesia perlu percepat pembangunan energi terbarukan
Sebagaimana diwartakan, Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis (14/10) mengemukakan bahwa potensi energi global diperkirakan akan meningkatkan permintaan minyak sebesar 500.000 barel per hari (bph) dan dapat memicu inflasi serta memperlambat pemulihan dunia dari pandemi COVID-19.
Seperti diketahui, harga minyak dan gas alam telah melonjak ke level tertinggi beberapa tahun baru-baru ini, mengirimkan harga listrik melambung ke tingkat rekor karena kekurangan energi yang meluas melanda Asia dan Eropa.
"Rekor harga batu bara dan gas serta pemadaman bergilir mendorong sektor listrik dan industri padat energi untuk beralih ke minyak agar lampu tetap menyala dan operasi tetap berjalan," kata IEA dalam laporan bulanannya.
Akibatnya, permintaan minyak global tahun depan diproyeksikan pulih ke tingkat prapandemi, kata badan yang berbasis di Paris itu.
IEA membuat revisi naik untuk perkiraan permintaannya tahun ini sebesar 170.000 barel per hari, atau total tambahan 5,5 juta untuk tahun ini, dan sebesar 210.000 barel per hari pada tahun 2022, atau total penambahan 3,3 juta barel.
Kenaikan permintaan pada kuartal terakhir menyebabkan penarikan terbesar pada stok produk minyak dalam delapan tahun, katanya, sementara tingkat penyimpanan di negara-negara OECD berada pada titik terendah sejak awal 2015.
"Data sementara Agustus sudah menunjukkan bahwa ada beberapa permintaan bahan bakar minyak, minyak mentah dan sulingan menengah untuk pembangkit listrik di sejumlah negara, termasuk China, Jepang dan Pakistan di Asia, Jerman dan Prancis di Eropa dan Brazil," kata IEA.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021