Mombasa, Kenya (ANTARA News/Reuters) - Perompak Somalia memaksa seorang awak yang disandera untuk membajak kapal sebagai syarat bagi pembebasannya, kata seorang pelaut yang dibebaskan, Selasa, yang menandai perubahan taktik dalam perompakan di kawasan Teluk Aden dan Lautan India.

"Dua pilihan lain -- pemenggalan kapten atau pembayaran uang tebusan 6 juta dolar -- tidak bisa dilaksanakan," kata Joseph Amere, seorang warga Kenya, kepada Reuters ketika ia tiba di negaranya di kota pelabuhan Mombasa, seperti dilaporkan Reuters.

Perompak Somalia menahan kapal Korea Selatan MV Golden Wave pada Oktober dan menempatkan kapal nelayan itu sebagai kapal induk, strategi yang memungkinkan mereka memperluas jangkauan aksi hingga sejauh Madagaskar dan kawasan timur jauh hingga beberapa ratus mil di lepas pantai India.

Amere, yang bertindak sebagai perunding utama awak kapal dengan pemimpin perompak, mengatakan, mereka mencari kepiting secara tidak sah di lepas pantai Somalia, yang dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991.

Awak kapal yang berjumlah 43 orang, yang mencakup dua orang China dan dua warga Korea Selatan, dipaksa melakukan 17 penyerbuan ke kapal-kapal yang melewati perairan ramai antara Afrika timur dan kepulauan Seychelles. Kebenaran mengenai laporan itu tidak bisa dibuktikan.

Perompak pekan lalu membajak sebuah kapal tanker besar tujuan AS yang membawa minyak mentah senilai 200 juta dolar, salah satu kapal barang paling bernilai yang dibajak.

Perompakan meraja-lela di lepas pantai Somalia, yang mengacaukan jalur pelayaran antara Eropa dan Asia, membuat awak dan kapal terancam bahaya serta mendorong beaya asuransi bagi perusahaan perkapalan.

Menurut Biro Maritim Internasional, perompak Somalia kini menahan 31 kapal dan 700 orang sandera.

PBB memperingatkan, perompak Somalia menjadi semakin berani dan tetap mendahului pasukan angkatan laut internasional yang berusaha mengakhiri pembajakan di kawasan perairan itu.

Pada 2009, perompak Somalia menyerang lebih dari 130 kapal dagang di lepas pantai Somalia, naik lebih dari 200 persen dari tahun 2007, menurut Pusat Pelaporan Perompakan Biro Maritim Internasional di Kuala Lumpur.

Perompak yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.

Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan perompak, namun serangan masih terus berlangsung.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.

Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak perompakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan -- termasuk 68 pembajakan yang berhasil -- dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar.

Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.

Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.

Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut Menteri Perikanan Puntland Ahmed Saed Ali Nur.

Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011