Teheran (ANTARA News) - Anggota-anggota parlemen Iran yang marah Selasa mendesak penggantungan para pemimpin oposisi yang menyerukan protes anti-pemerintah yang menewaskan dua orang, dengan mengatakan bahwa mereka telah diperdaya oleh musuh-musuh Iran.
Anggota-anggota parlemen itu secara khusus menyebut Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, yang menyerukan protes di Teheran pada Senin untuk mendukung pemberontakan Arab yang segera berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah dan berakhir dengan bentrokan dengan polisi yang melukai beberapa orang, termasuk sembilan aparat keamanan, demikian AFP melaporkan.
Mohammad Khatami, mantan presiden reformis, juga dikecam oleh kelompok konservatif setelah ia terang-terangan mendukung gerakan oposisi sejak pemilihan presiden yang disengketakan pada Juni 2009.
"Mousavi dan Karroubi harus dieksekusi! Kematian bagi Mousavi, Karroubi dan Khatami!" kata anggota-anggota parlemen itu, seperti dilaporkan kantor berita IRNA.
Mereka mengatakan, AS, Inggris dan Israel mendalangi protes Senin melalui pemimpin-pemimpin oposisi itu, yang menurut ketua parlemen Ali Larijani telah diperdaya oleh musuh-musuh sengit Iran.
"Parlemen mengutuk tindakan-tindakan Zionis, Amerika, anti-nasional dan anti-revolusi yang dilakukan oleh para penghasut yang diperdaya," kata Larijani yang terlihat marah kepada parlemen.
"Bagaimana tuan-tuan ini (Mousavi dan Karroubi)... jatuh ke dalam perangkap rekayasa Amerika?" katanya.
Meski ada larangan terhadap pawai, ribuan pendukung oposisi turun ke jalan di Teheran, Senin, tak peduli pasukan keamanan ditempatkan dalam jumlah besar.
Demonstrasi itu menyulut bentrokan keras yang menewaskan dua orang, kata kantor berita ISNA.
Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan presiden Juni 2009 yang disengketakan itu.
Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden itu, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.
Dua calon presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karoubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.
Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.
Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi pada 27 Desember 2009, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.
Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.
Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.
Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan sejumlah pihak.
Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.
Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel, dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.
Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.
Sejumlah pejabat Iran mengatakan, 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember 2009, menurut data resmi. (*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011