Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia menyatakan bahwa hampir terdapat satu miliar orang yang kelaparan di seluruh dunia, dan lebih dari 60 persen dari orang yang kelaparan itu adalah perempuan.
Siaran pers Bank Dunia yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan, ketika menghadapi kenaikan harga bahan pangan yang terjadi pada saat ini secara global, rumah tangga keluarga miskin akan cenderung memakan makanan yang lebih murah dan lebih tidak bernutrisi atau mengurangi biaya kesehatan dan pendidikan mereka.
Bank Dunia memperkirakan, di negara-negara miskin, di mana orang rata-rata menghabiskan dua pertiga pengeluaran sehari-hari mereka untuk makan, kenaikan harga bahan pangan berpotensi menjadi tantangan bagi pertumbuhan global dan juga bagi stabilitas sosial.
Kenaikan harga pangan global telah masuk menjadi agenda G20, dan Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick juga menyerukan agar G20 mendahulukan pangan ("put food first") dan melakukan sejumlah langkah untuk memastikan bahwa kalangan masyarakat yang rentan tidak dihalang-halangi aksesnya untuk mendapatkan makanan bernutrisi.
Zoellick juga menyorot pentingnya kebutuhan bantuan bagi para petani kecil untuk menjadi bagian solusi atas permasalahan keamanan pangan antara lain dengan cara mendapatkan akses informasi yang lebih baik, memperbaiki pencawasan cuaca, memahami secara lebih baik hubungan antara harga internasional dan lokal, dan membuat cadangan pangan regional di kawasan rentan bencana.
Bank Dunia juga telah melaksanakan Program Respons Krisis Makanan (GFRP) yagn membantu sekitar 40 juta orang melalui bantuan dana sebesar 1,5 miliar dolar AS.
Hingga kini, lebih dari 40 negara berpenghasilan rendah telah menerima bantuan melalui program pengadaan benih, irigasi, dan bantuan makanan bagi kalangan masyarakat yang paling rentan.
Sedangkan dalam jangka panjang, Grup Bank Dunia akan meningkatkan pengeluarannya dalam pertanian hingga menjadi 6-8 milar dolar AS per tahun dari sebelumnya yang hanya sekitar 4 miliar dolar AS per tahun.
"Tantangan terbesar yang dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah risiko lonjakan kenaikan harga makanan," kata Zoellick.(*)
(Tz.M040/S006)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011