Kota Gaza (ANTARA News) - Guna lebih terjalinnya koordinasi bantuan kesehatan bagi warga Palestina yang mengalami luka-luka di Jalur Gaza yang menjadi korban agresi Israel, yang jumlahnya ribuan jiwa, relawan Indonesia dari "Medical Emergency Rescue Commite" (MER-C) Indonesia bersama relawan dari beberapa negara menggagas lahirnya "Gaza Medical International Initiative" (GMII).

Penjelasan itu diungkapkan dua relawan yakni dr Jose Rizal Jurnalis SpOT, anggota Presidium MER-C Indonesia dan Ketua Presidium dr Sarbini Abdul Murad, demikian dilaporkan wartawan ANTARA Andi Jauhari, Minggu.

Dalam perjalanan dari Kota Gaza, Palestina menuju Kota Rafah, perbatasan Jalur Gaza-Mesir -- setelah sepekan (19-24/1) bertugas membantu penanganan korban yang luka akibat serangan Israel di rumah sakit (RS) As-Shifa, Kota Gaza, Sabtu (24/1), dikemukakan bahwa inisiatif itu lahir dari perbincangan sejumlah dokter beberapa negara saat berada di RS itu.

Jose Rizal Jurnalis menjelaskan bahwa beberapa negara itu adalah Indonesia, Suriah, Turki, Sudah dan Aljazair, yang kemungkinan besar akan diikuti oleh beberapa negara lain, yang telah mengirimkan relawannya membantu menangani korban luka di sejumlah RS di Jalur Gaza.

Menurut dia, sebagai langkah awal, gagasan itu akan disampaikan kepada berbagai pihak di masing-masing negara pengirim relawan, dan setelah itu segera dilakukan semacam pertemuan guna mengkristalisasi gagasan itu menjadi wadah yang lebih kongkrit.

"Kita harapkan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah pertama pertemuan guna mewujudkan gagasan itu menjadi sebuah kenyataaan, sehingga hal tersebut akan menjadi sebuah tindakan nyata kepedulian masyarakat antarbangsa," katanya.

Sedangkan Sarbini Abdul Murad menambahkan bahwa agenda kemanusiaan melalui aspek kesehatan itu diharapkan akan disambut oleh masyarakat antarbangsa, sehingga warga Jalur Gaza yang kini sedang menderita, baik karena layanan kesehatan rusak maupun persediaan obat-obatan yang masih terus dibutuhkan, dapat dibantu.

"Gagasan dari inisiatif ini sangat mulia, sehingga kita berharap tidak hanya kalangan medis saja yang peduli, namun juga pemerintah dan rakyat di masing-masing negara," katanya.

Sekretaris Jenderal (Sesjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon pekan lalu, seperti dilansir kantor berita trans-nasional menyebut untuk yang keempat kalinya serangan terhadap sekolah yang dikelola PBB itu dalam perang "menyakitkan hati" itu menuntut penyelidikan mendalam atas berbagai dampak agresi itu.

Selama perang itu, sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit, kompleks PBB dan ribuan rumah semuanya diserang dan Pemerintah Palestina menyebutkan nilai kerusakan prasarana saja mencapai 476 juta dolar AS .

Paling tidak 1.206 warga Palestina termasuk 410 anak-anak tewas sejak Israel mulai melakukan serangan yang paling banyak menelan korban jiwa terhadap wilayah itu 22 Desember , kata para dokter Gaza , yang mengatakan 5.300 orang lainnya cedera.

Mereka yang tewas dalam perang itu juga termasuk 109 wanita, 113 ornag lanjut usia , 14 paramedis dn empat wartawan , kata Kepala Dinas Darurat Gaza, dr Muawiya Hassanein .

Sejak dimulainya operasi itu , 10 serdadu Israel dan tiga warga sipil tewas dalam baku tembak atau serangan-serangan roket. Militer mengatakan lebih dari 700 roket dan peluru mortir telah ditembakkan selama periode itu.

Penghentian aksi kekerasan itu terjadi setelah negara Yahudi itu mendapat janji dari Washington dan Kairo untuk membantu mencegah penyelundupan senjata ke Gaza, yang bakal jadi bagian dari negara Palestina yang akan datang dengan wilayah lebih luas Tepi Barat.

Gencatan senjata itu terjadi kurang dari sebulan sebelum Israel menyelenggarakan Pemilu dan Perdana Menteri (PM) Ehud Omert, yang secara resmi pada musim gugur, menurut rencana akan mengundurkan diri. PM itu, reputasinya hancur akibat perang tahun 2006 di Lebanon yang oleh banyak warga Israel sebagai satu bencana. (*)

Copyright © ANTARA 2009