Jakarta (ANTARA News) - Stigma yang melekat pada ABRI--kini TNI--yang sangat sarat dengan kepentingan politik di masa lalu, ternyata tidak hilang begitu saja dari ingatan masyarakat.

Beragam konflik horisontal di masa lalu, seperti kerusuhan massa 1998 dan insiden Tanjung Priok, yang melibatkan sejumlah petinggi militer, menjadikan TNI pun kini ditengarai merekayasa insiden di Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten dan Temanggung, Jawa Tengah, awal bulan ini.

Benarkah TNI netral, tidak terpecah oleh hiruk pikuk politik negeri ini. Benarkah TNI serius mereformasi dirinya setelah berjalan 11 tahun. Bagaimana sikap TNI terhadap beberapa aksi massa berlatar belakang SARA akhir-akhir ini?

Berikut petikan wawancara Direktur Pemberitaan Perum LKBN ANTARA Saiful Hadi, Manajer Produksi Berita Nasional Unggul Tri Ratomo dan pewarta Rini Utami dengan Panglima TNI Laksamana TNI, Agus Suhartono di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin.

ANTARA: Bagaimana Anda menilai konflik yang berlatar belakang SARA seperti di Cikeusik, Pandeglang, Banten dan Temanggung, Jawa Tengah?

Panglima TNI: Ya seharusnya tidak seperti itu. Kita semua harus menyadari kita ini negara hukum. Jangan gunakan kekerasan.

ANTARA: Tentang dugaan rekayasa insiden itu yang melibatkan TNI?

Panglima TNI: Ha ha ha....tidak ada itu.

ANTARA: Maksudnya?

Panglima TNI: Ya TNI sudah mereformasi dirinya. TNI netral. Tidak lagi terlibat politik, memihak salah satu
kepentingan politik pihak tertentu.

ANTARA: Jelasnya seperti apa?

Panglima TNI: Jadi, TNI tidak akan bermain-main dengan itu (politik) apalagi dengan merekayasa konflik SARA untuk mengalihkan isu atau untuk kepentingan pihak tertentu.

ANTARA: Jaminannya apa?

Panglima TNI: Komitmen kita untuk terus mereformasi diri seperti yang telah berjalan selama 11 tahun. Dan komitmen mereformasi diri itu dibakukan dalam UU No34/2004 tentang TNI. Jadi, tidak main-main.

ANTARA: Langkah TNI menghadapi ancaman konflik horisontal yang antara lain berlatar belakang SARA?

Panglima TNI: Kami benahi mekanisme intelijen kita. Sehingga data intelijen itu bisa cepat dan akurat didapat dan dimanfaatkan untuk operasi.

ANTARA: Pembenahannya seperti apa?

Panglima TNI: Pembenahan mekanisme antara lain dengan memperkuat kemampuan intelijen di kewilayahan. Kegiatan intelijen TNI terbagi menjadi kegiatan intelijen strategis dan taktis.

ANTARA: Bisa dijabarkan lebih rinci lagi?

Panglima TNI: Kedua jenis Kegiatan intelijen itu harus dilaporkan ke Panglima TNI secara berjenjang secara vertikal oleh BAIS. Nah, jangan sampai laporan vertikal yang berjenjang itu, justru menghambat langkah deteksi dini
dan pencegahan dini.

ANTARA: Jadi, intelijen di bawah bisa langsung melaporkan indikasi ancaman untuk diantisipasi tanpa menunggu
laporan itu sampai di tangan Penglima TNI?

Panglima TNI: Jadi, selain melaporkan seluruh data intelijen ke Panglima TNI, secara bersamaan kegiatan intelijen taktis dapat langsung dilaporkan ke Kodim, Korem dan Pangdam untuk diantisipasi lebih dini, hingga pencegahannya pun dapat dilakukan lebih cepat. Dan ketika Panglima TNI memerintahkan langkah-langkah lanjutan, jajaran teritorial sudah sangat siap.

ANTARA: Bagaimana koordinasi dengan Polri?

Panglima TNI: Kami tetap berkoordinasi. Memang perlu ada aturan pelibatan yang jelas. Bagaimana TNI bisa dilibatkan sesuai aturan undang-undang yang ada.

ANTARA: Termasuk dalam kerja sama intelijen?

Panglima TNI: Iya. kami sudah pula mengkomunikasikan pembenahan mekanisme intelijen kami. Semisal, Kodim berkoordinasi dengan Polsek, Polres dengan Korem dan Kodam dengan Polda. Kita sampaikan data dan informasi yang ada termasuk kapan harus bergerak.

ANTARA: Menurut Anda, siapa yang paling bertanggung jawab atas beberapa insiden berlatar belakang SARA?

Panglima TNI: Semua pihak bertanggung jawab. Saya sepakat jika ada yang bertanya "kemana negara,". Karena
negara itu ada pemerintah, ada rakyat, dan wilayah. Jadi semua bertanggung jawab. Kami aparat bertugas antara lain melindungi masyarakat dari beragam ancaman. Tetapi kalau yang diayomi, malah berantem ya susah tidak membantu tugas-tugas kami.(*)
(R018)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011