Samarinda (ANTARA) - Pembukaan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang diluncurkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan di Samarinda, Kalimantan Timur Selasa,12 Oktober 2021 begitu meriah.
Selain Luhut, ada pula dua menteri yang hadir langsung di acara yang dipusatkan di Plenary Hall Sempaja Samarinda tersebut, yakni Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.
Kemudian Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, termasuk Direktur Penunjang Bisnis PT Pertamina (Persero) Dedi Sunardi.
Dalam kegiatan yang bertujuan untuk menggairahkan ekonomi lokal agar mampu menembus pasar global tersebut, dihadiri pula secara daring oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, kemudian Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Sementara di luar aula plenary, namun masih dalam gedung yang sama, terdapat 50 gerai usaha kecil dan menengah (UKM) yang memajang produk unggulan mereka masing-masing, baik produk jadi, setengah jadi, batik tulis, herbal, hingga makanan ringan.
Sebanyak 50 gerai yang turut meramaikan Gernas BBI tersebut berasal dari kabupaten/kota di Provinsi Kaltim. Kebanyakan dari mereka merupakan binaan dari PT Pertamina dan Bank Indonesia.
Salah satu gerai yang mendapat kesempatan memamerkan produk tersebut adalah Lati Taka, UKM dari Kota Balikpapan dengan produk yang dipamerkan antara lain gula aren, minuman herbal dari bajakah dan campuran aneka rempah.
Dari jarak sekitar 10 meter, tampak seorang perempuan berusia sekitar seperempat abad serius berbincang dengan pengunjung, tampaknya ia sedang menjelaskan tentang bahan herbal yang sedang dipegang di tangan kirinya dan apa saja khasiatnya.
Perempuan tersebut adalah Mei Christhy, pemilik UKM Lati Taka. Mei mengaku belum genap 2 tahun ini memproduksi sekaligus menjual minuman herbal dengan bahan utama akar khas Kalimantan (bajakah) dan rempah.
Komorbid
Menurut Mei, panggilan akrabnya, ia mulai tertarik membuat minuman kesehatan herbal dari akar (bajakah) dan rempah, karena orang tuanya memiliki komorbid (penyakit bawaan) yang mengharuskan rutin "check up" ke dokter.
"Orang tua saya kan punya komorbid yang harus rutin check up, sementara tahun lalu, ketika awal-awal pandemi, ada pembatasan check up hampir merata di Indonesia, termasuk di Balikpapan. Boleh ke dokter jika kondisinya mendesak," katanya mengenang.
Semenjak itu, ia kemudian bersama keluarga pergi ke kampung halaman orang tua, yakni ke Desa Modang, Kabupaten Paser. Di situlah ia kemudian mengenal bajakah, daun obat, dan rempah untuk membantu pengobatan.
"Masyarakat Desa Modang menyikapi pandemi COVID-19 secara biasa saja, tidak seperti di kota, karena masyarakat desa sudah terbiasa mengonsumsi minuman tradisional dari bajakah, dedaunan, dan rempah," katanya.
Masyarakat desa memahami khasiat obat tradisional dan memahami bahwa apa yang mereka konsumsi tersebut mampu meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga mereka tidak mudah terserang penyakit dari bakteri maupun virus.
Ia bahkan mengenang almarhum neneknya yang meninggal di usia lebih dari 100 tahun dan jarang sakit, bahkan di usia neneknya yang renta tersebut masih kuat ke ladang, karena sepengetahuannya, nenek tersebut rutin mengonsumsi bajakah dan rempah.
"Semenjak di desa, saya rajin diskusi dengan keluarga mengenai cara meramu herbal dari bajakah, daun tertentu, dan rempah-rempah. Hal yang membuat saya bersemangat adalah karena di sana banyak jenis bajakah," tuturnya.
Ia juga banyak bertanya ke tetua desa dan keluarga mengenai khasiat tiap rempah, dedaunan, dan masing-masing jenis bajakah, termasuk menanyakan jika sakit tertentu, herbal apa yang cocok.
"Saya terus diajari oleh keluarga mengenai jenis obat-obatan tradisional, khasiatnya, dan bagaimana cara meramunya, sehingga kemudian saya mulai mencoba membuat ramuan tradisional," katanya.
Awalnya, ramuan yang ia produksi hanya dikonsumsi terbatas, yakni hanya untuk keluarga dan teman-teman dekat di kampung. Kemudian ia pun mengirimkan herbal tersebut ke teman di Balikpapan.
"Pertama kali saya membuat ramuan campuran bajakah merah, rempah, dan cengkih. Hasilnya kemudian saya kirimkan ke teman-teman. Alhamdulillah respon mereka bagus dan mereka merasakan khasiatnya," ujarnya lagi.
Dari sini, teman-teman dan keluarganya menyarankan untuk membuat ramuan lebih banyak dari menjualnya, karena banyak warga yang perlu meningkatkan imunitas agar terhindar dari penularan COVID-19 dan penyakit lainnya.
Dari banyaknya saran inilah kemudian ia beranikan diri untuk mencoba jualan hasil racikannya sendiri. Ia bersyukur karena produknya banyak yang berminat.
Pertama kali ia hanya meramu satu jenis bajakah dengan rempah, namun seiring dengan perjalanan waktu yang semakin banyak permintaan dengan berbagai keluhan penyakit, maka ia kemudian terpacu untuk meningkatkan kemampuannya.
Sampai akhirnya ia beranikan diri untuk belajar dan sekolah herbal di Kota Malang, Jawa Timur secara mandiri, sehingga ia lulus dan memperoleh sertifikat sebagai Herbalis.
Pembinaan oleh Pertamina
Seiring dengan kapasitas yang dimiliki dan kemampuannya memproduksi minuman herbal, kemudian datang perwakilan dari PT Pertamina untuk melakukan pembinaan untuk mengembangkan usaha yang dirintisnya.
Ia tidak menyia-nyiakan tawaran itu dan bersedia mendapat pembinaan dari Pertamina. Namun sebelum mendapat pembinaan, peserta harus lolos kurasi dari Pertamina. Ia kembali bersyukur karena akhirnya lolos kurasi.
Pembinaan dari Pertamina, lanjut dia, dimulai dari Januari 2021. Bentuk pembinaannya antara lain bantuan modal pengembangan usaha, berbagai jenis pelatihan, hingga pendidikan herbalis lanjutan.
"Termasuk jika ada pameran, kita didukung oleh Pertamina. Pameran di Samarinda ini, saya juga disponsori oleh Pertamina. Alhamdulillah semakin banyak dukungan untuk mengembangkan usaha saya," ucap Mei.
Merambah pasar Turki
Minuman herbal yang ia produksi ternyata tidak hanya digemari oleh pasar lokal, namun di Turki pun sudah mengenal produk hasil usahanya, termasuk gula aren yang ia jual pun ternyata sudah sampai ke Turki.
Untuk bisa menembus pasar internasional, sebelumnya ia bergabung di sekolah ekspor impor. Di sekolah itu, pesertanya bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari berbagai negara, sehingga ia makin banyak memiliki jaringan untuk memasarkan produknya.
Dari jaringan sekolah ekspor impor tersebut, ia memperoleh informasi bahwa dibuka kurasi untuk produk UMKM dari Indonesia yang akan dipasarkan ke Turki, sehingga ia pun semangat untuk mengikuti kurasi.
Kemudian mengirimkan produknya untuk dikurasi di Turki. Tiga bulan kemudian diperoleh kabar bahwa ia lolos kurasi, sehingga ada permintaan gula aren dan bajakah pada Juli tahun ini.
"Jumlah permintaannya tidak banyak karena di Turki juga masih mengurus izin edar produk dari sini yang memerlukan waktu lumayan lama, sehingga yang saya kirim pun terbatas sesuai permintaan," ujarnya.
Pada awalnya, sekitar bulan Juli diproduksi sebanyak100 kemasan gula aren dan 100 sachet ramuan bajakah sebagai langkah awal, namun kini produk tersebut sudah dipajang di salah satu mini market di Turki.
"Saya bulan depan pun diundang ke Turki karena ada perusahaan yang ingin mengajak kerja sama untuk pengembangan produk. Perusahaan di Turki pun ingin memastikan berapa kesanggupan saya menyuplai gula aren," katanya.
Menurutnya, permintaan gula aren di Turki sangat tinggi sehingga ia perlu menggandeng pihak lain di Kaltim untuk menjual gula aren ke Turki, dengan harapan UMKM Kaltim bisa sama-sama diberdayakan.
Selama ini, lanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan gula aren dari Turki, importir di sana membeli dari Sulawesi Selatan, itu pun masih kekurangan, sehingga peluang bagi dia untuk turut mengambil peluang ini masih besar.
Gula aren yang dibuat contoh dan lolos kurasi di Turki adalah gula aren produksi Kelompok Perempuan Adat di Kabupaten Paser dan Perempuan Adat di Kabupaten Kutai Barat.
Untuk itu, jika permintaan gula aren nanti banyak, tentu produk dari perempuan adat ini yang saya utamakan.
Jika permintaan lebih banyak lagi, maka siap menggandeng kelompok lain di Kaltim, baik permintaan gula aren, bajakah, rempah, maupun komoditas lain.
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021