Kairo (ANTARA News) - Kedua anak laki-laki Hosni Mubarak hampir berkelahi, Kamis lalu, ketika presiden terguling itu menyampaikan pidato terakhirnya dalam upaya untuk mempertahankan kekuasaan, kata sebuah surat kabar milik pemerintah, Ahad.
Al-Akhbar mengatakan, Alaa Mubarak menuduh adik laki-lakinya Gamal, yang memegang jabatan tinggi di partai yang berkuasa, telah menghancurkan hari-hari terakhir berkusa pemimpin berusia 82 tahun itu, dengan terus mendorong teman-teman usahanya dalam kehidupan politik.
Alaa menurut laporan mengatakan hal itu telah mengubah rakyat Mesir melawan ayah mereka, yang telah berkuasa sejak 1981.
"Kamu telah meruntuhkan negara ini ketika kamu membuka jalan bagi teman-teman kamu dan inilah akibatnya. Alih-alih (membantu) ayah kamu dihargai pada akhir hidupnya, kamu malah membantu merusak citranya dengan cara ini," katanya seperti dikutip oleh harian itu.
Surat kabar itu tidak memberikan sumbernya, dengan sederhana mengatakan mereka "mengetahui" rinciannya. Tidak ada cara untuk memastikan dengan segera laporan itu.
Al-Akhbar mengatakan, percekcokan itu terjadi di istana presiden di Kairo ketika Mubarak sedang merekam pidato terakhirnya, yang mana ia berusaha untuk membujuk demonstran untuk mundur dan memberinya kesempatan untuk melakukan pembaruan yang dijanjikan pada bulan-bulan terakhirnya berkuasa.
Menurut harian itu, beberapa pejabat senior terpaksa turun tangan untuk memisahkan mereka.
Gamal Mubarak, 47, yang telah menghabiskan 11 tahun bekerja di Bank of America di Kairo dan London, sangat berpengaruh dalam pemerintahan setelah Mubarak menunjuknya sebagai kepala komisi kebijakan Partai Demokratik Nasional (NDP) pada 2002.
Beberapa pengamat mengatakan ia telah memudahkan jalan teman-teman usahanya ke jabatan-jabatan senior dalam NDP dan ke kabinet Ahmed Nazif, perdana menteri yang dipecat oleh Mubarak beberapa hari setelah demonstrasi besar meletus di Mesir pada 25 Januari lalu.
Korupsi di antara elite yang berkuasa dianggap sebagai salah satu penyebab kemarahan rakyat pada Mubarak, meskipun tekanan politik dan kekejaman polisi juga faktor besar.
Banyak masyarakat Mesir merasakan Mubarak memelihara Gamal sebagai calon penggantinya. Sebelum Gamal tampil ke depan, spekulasi sempat tersebar pada 1990-an bahwa Mubarak menginginkan Alaa, seorang pengusaha, untuk menggantikannya.
Al-Akhbar melaporkan Alaa juga marah karena rancangan awal pidato Mubarak telah dibatalkan. Menurut rancangan itu, sedianya Mubarak akan menyerahkan kekuasaan sipil pada wakilnya Omar Suleiman dan kekuasaan militer pada pasukan bersenjata.
Pidato Mubarak Kamis malam memberikan kekuasaan presiden pada Suleiman, yang dianggap oleh gerakan demonstrasi sebagai orang Mubarak dan tak dapat diterima.
Setelah demonstran keluar dalam jumlah ratusan ribu di Mesir, Jumat, Suleiman tampil di televisi untuk mengatakan dalam pidato singkat bahwa Mubarak telah mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya pada Dewan Tinggi Militer, demikian Reuters.
(S008)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011