Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning meminta Kemenkes, BPOM dan IPB untuk mengumumkan merek-merek susu formula dan makanan bayi yang beredar pada periode 2003-2006 yang terkontaminasi bakteri demi kepentingan keselamatan publik.
"Kami mendesak agar pihak yang disebutkan dalam Putusan Kasasi MA itu untuk segera mengumumkan hasil penelitian IPB atas susu formula dan makanan bayi yang beredar pada periode 2003-2006," katanya di Jakarta, Minggu.
Menurutnya, keputusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 2975 K/Pdt/2009 tertanggal 26 April 2010, sebetulnya sudah jelas mewajibkan Kemenkes, BPOM dan IPB wajib menginformasikan merek susu terkontaminasi ke publik.
MA menuangkan perintah itu dalam putusan kasasi yang memenangkan gugatan David M. Tobing yang memperkarakan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor terhadap 22 sampel susu formula dan makanan bayi yang beredar pada periode 2003-2006.
Hasil riset yang kemudian dipublikasikan 22,7 persen dari sampel tercemar bakteri Enterobacter sakazakii, jenis bakteri yang menyerang selaput otak dan jaringan pencernaan bayi.
Tetapi sampai hari ini pihak-pihak yang disebutkan dalam putusan MA tersebut belum mengumumkan ke publik.
Dikatakan Ribka, ada kesan pihak-pihak yang dimaksud enggan menjalankan keputusan hukum tersebut.
"Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih malah asyik berorasi perihal tidak berbahayanya bakteri ES dan berdalih bahwa pihaknya tidak tahu merek susu formula yang dituding mengandung bakteri enterobacter sakazakii itu," katanya.
Sedangkan BPOM menjawab dengan melansir hasil penelitian BPOM atas produk sejenis yang beredar sejak 2008 hingga 2010, yang hasilnya tak ada yang tercemar bakteri.
Institut Pertanian Bogor (IPB) juga masih bungkam ikhwal merek-merek susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii.
Para petinggi IPB hingga kini menutup diri rapat-rapat terkait merek susu yang diteliti salah satu peneliti perguruan tinggi tersebut.
Selain itu, sejumlah pejabat terkait yang menjadi sumber informasi di IPB menutup diri ketika ditanyai perihal hasil penelitian tersebut.
Di masyarakat sendiri, kata Ribka kasus ini telah memicu keresahan, terlihat dari adanya 173 pengaduan yang dialamatkan ke kantor Komnas Perlindungan Anak serta berbagai lembaga menyuarakan dan mendesak agar pihak-pihak yang diperintahkan oleh MA untuk mengumumkan.
Dari fakta itu, Ribka melihat Kementerian Kesehatan, BPOM, dan IPB terkesan melindungi produsen susu formula dari pada melindungi kepentingan keselamatan publik dan bersikap melawan hukum, dengan tidak menjalankan keputusan MA.
"Ini preseden buruk bagi penengakkan hukum. Sikap tersebut tidak sejalan dengan penegakkan keterbukaan informasi publik, apalagiinformasi yang bersinggungan dengan keselamatan publik," katanya.
Keresahan di masyarakat atas kasus ini, katanya bisa berdampak terhadap sebagian anak Indonesia yang akan kekurangan asupan gizi dari susu karena orantuanya khawatir dengan susu yang beredar saat ini.
Situasi ini, tentu merugikan bukan saja pengusaha tapi juga buruh yang bekerja di sektor tersebut, dan juga peternak sapi perah di pedesaan dan juga akan mendorong terjadinya perang dagang dalam industri susu formula dan makanan bayi.(*)
(T.D012/B008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011