Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles didakwa merugikan negara sebesar Rp152,565 miliar dalam pengadaan tanah proyek "Hunian DP 0 Rupiah" di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
"Terdakwa Yoory Corneles bersama-sama dengan Anja Runtuwene, Tommy Adrian, Rudy Hartono Iskandar dan korporasi PT Adonara Propertindo memperkaya Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar selaku 'beneficial owner' korporasi PT Adonara Propertindo dan merugikan keuangan negara sebesar Rp152.565.440.000," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Sarana Jaya adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti berupa penyediaan tanah, pembangunan perumahan, dan bangunan (umum serta komersial) maupun melaksanakan proyek-proyek penugasan dari Pemprov DKI Jakarta, seperti "Pembangunan Hunian DP 0 Rupiah" dan penataan kawasan niaga Tanah Abang. Sarana Jaya juga mendapat Penyertaan Modal Daerah (PMD) DKI Jakarta.
Sedangkan PT Adonara Propertindo adalah perusahaan properti yang biasa membeli tanah dari masyarakat untuk dijual lagi kepada Sarana Jaya.
Baca juga: Mantan Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles segera jalani persidangan
Yoory mengajukan usulan PMD untuk APBD Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2019 sebesar Rp1,803 triliun untuk pembelian alat produksi baru, proyek "Hunian DP 0 Rupiah", dan proyek Sentra Primer Tanah Abang.
Direktur PT Adonara yaitu Tommy Adrian memerintahkan manajer operasional PT Adonara Anton Adisaputro untuk mencari tanah sesuai kriteria yang disampaikan Yoory, yaitu luas di atas 2 hektare, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter, dan minimal "row" jalan sekitar 12 meter.
Pada Februari 2019, Anton menemukan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung Jakarta Timur, seluas 41.921 meter persegi milik Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB).
Tommy dan Anton berupaya menghubungi Kongregasi Suster CB untuk membeli tanah tersebut namun ditolak karena dianggap sebagai makelar. Tommy lalu melaporkan hal itu kepada "beneficial owner" PT Adonara, yaitu Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar sehingga disepakati Anja mendekati pihak Kongregasi Suster CB.
Tommy lalu memberitahu Yoory dan senior manajer Sarana Jaya Yadi Robby soal tanah di Munjul yang akan dibeli PT Adonara dan dijual lagi ke Sarana Jaya. Setelah itu Yoory dan staf meninjau lokasi.
Tommy lalu memasukkan surat penawaran ke Sarana Jaya atas nama Andyas Geraldo (anak Rudy Hartono dan Anja Runtuwene), yaitu tanah Munjul seluas 42 ribu meter persegi dengan harga Rp7,5 juta/meter dan menyebut Andyas Geraldo adalah pemilik tanah.
"Surat penawaran tidak dilengkapi dokumen pendukung bukti kepemilikan hak atas tanah, namun terdakwa memerintahkan kepada para senior manajer Sarana Jaya agar segera ditindaklanjuti," tambah jaksa.
Anja lalu bertemu dengan perwakilan pihak Kongregasi Suster CB di Yogyakarta dengan menggunakan kedekatan keagamaan sehingga Kongregasi Suster CB bersedia menjual tanah di Pondok Ranggon seluas 41.921 meter persegi dan ditindaklanjuti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan Notaris/PPAT Mustofa pada 25 Maret 2019 dengan harga Rp2,5 juta/meter persegi.
Baca juga: Mantan Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles segera disidang
Pada 29 Maret 2019 dibayar uang muka tanah sebesar Rp5 miliar dan oleh PT Adonara ke rekening Kongregasi Suster-Suster CB.
Tommy lalu kembali memasukkan surat penawaran ke Sarana Jaya dengan dibuat tanggal mundur yaitu 4 Maret 2019 atas nama Anja Runtuwene untuk mengganti surat penawaran sebelumnya. Dalam surat penawaran baru disebut Anja sebagai pemilik tanah namun tetap tanpa disertai lampiran bukti kepemilikan atas tanah.
Yoory lalu bertemu dengan Tommy Adrian untuk membicarakan harga tanah, awalnya Tommy meminta harga di Rp5,5 juta/meter persegi namun akhirnya disepakati Rp5,2 meter persegi dengan janji ada imbalan diberikan ke Yoory.
Saat dilakukan survei lokasi, tidak dapat diketahui batas-batas tanah karena belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan dan diketahui lokasi tanah berada di jalan kecil (row jalan tidak sampai 12 meter) sehingga Yadi Robby melaporkan ke Yoory namun Yoory tetap memerintahkan agar dilanjutkan proses pembelian.
Untuk membayar pembelian tanah tersebut, Yoory berencana menggunakan dana PMD APBD DKI Jakarta TA 2019 sehingga ia bersurat ke Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta pada 29 Maret 2019 untuk meminta pencairan PMD sebesar Rp500 miliar dan dibalas BPKD DKI Jakarta hanya bisa mencairkan Rp350 miliar.
Meski permohonan PMD belum cair, tapi Yoory tetap memerintahkan Yadi Robby untuk menyiapkan sejumlah dokumen yang dibuat tanggal mundur terkait pembayaran tahap pertama (50 persen) pembelian tanah Munjul padahal rapat direksi Sarana Jaya hanya menyetujui harga pembelian Rp5 juta/meter persegi.
Pada 8 April 2019 ditandatangani 25 Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara Yoory dengan Anja di hadapan notaris Yurisca Lady Enggrani dengan nilai transaksi sebesar Rp217.989.200.000. Yoory lalu menyetujui pembayaran 50 persen, yaitu Rp108.994.600.000 ke rekening Anja padahal kajian yang menyeluruh dan penilaian appraisal belum dilakukan.
Tommy lalu meminta staf marketing di Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi bernama Ucu Samsul Arifin untuk membuat appraisal (estimasi) tanah Munjul di atas harga Rp7 juta/meter persegi. Ucu lalu membuat perhitungan tanah sebesar Rp6.122.200 per meter persegi tapi zona tanah masuk zona hijau dan kuning, letaknya terpisah dan tidak punya akses masuk jalan utama sehingga disimpulkan tanah Munjul tidak bisa dikembangkan jadi proyek "hunian DP 0 rupiah".
Pada April 2019, Yoory meminta Tommy agar PT Adonara memberikan uang untuk "doorprize" HUT Sarana Jaya sehingga dibelikan 2 sepeda motor Honda (Rp56,878 juta) dan 1 sepeda motor Yamaha (Rp27,44 juta).
Pada Juni 2019, tim investasi PPSJ menyampaikan kajian bahwa 73 persen lahan Munjul berada di zona hijau rekreasi, jalur hijau dan prasarana jalan sehingga tidak bisa dilakukan pembangunan.
Pada 22 Juli 2019, Yoory memerintahkan Indra S Arharrys dan Yadi Robby untuk melengkapi persyaratan pembelian tanah berupa "appraisal" konsultan penilai agar masalah ona hijau dapat diatasi dan harga tanah dapat disesuaikan dengan harga yang telah dibayar Sarana Jaya. Namun konsultan penilai "appraisal" resmi, yaitu Wisnu Junaidi menolak permintaan tersebut.
Yoory lalu memerintahkan mencari KJP lain yang sanggup memberi penilaian harga tanah di sekitar Rp6,1 juta/meter persegi dan bersedia membuat laporan tanggal mundur sehingga disepakati menggunakan jasa KJPP Wahyono Adi.
Baca juga: KPK panggil Kepala BPKD DKI terkait kasus tanah di Munjul
KJPP Wahyono Adi lalu menyerahkan laporan yang sesuai permintaan Yoory yaitu penilaian harga tanah Munjul dengan harga sebesar Rp6,1 juta/meter persegi dan menagih jasa penilaian Rp53.504.000.
Pada 10 Desember 2019, Sarana Jaya menerima pencairan PMD sebesar Rp350 miliar dan pada 18 Desember 2019 mendapat pencairan PMD tahap II sebsar Rp450 miliar sehingga total PMD yang didapat adalah Rp800 miliar.
Yoory mengetahui tanah Munjul tidak bisa digunakan untuk proyek "hunian DP 0 rupiah" namunt tetap setuju membayar sisa pelunasan yaitu membayarkan Rp43,596 miliar pada 18 dan 19 Desember 2019.
Sehingga total uang yang diterima di rekening Anja Runtuwene adalah berjumlah Rp152.565.440.000 dan telah dipergunakan Anja dan Rudy Hartono antara lain untuk keperluan operasional perusahaan, ditransfer ke PT RHYS Auto Gallery yang masih satu grup dengan PT Adonara maupun keperluan pribadi Anja dan Rudy seperti pembelian mobil, apartemen dan kartu kredit.
Atas perbuatannya Yooyrs didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU jo Pasal 18 No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021