Washington (ANTARA News) - Direktur CIA Leon Panetta Kamis menimbulkan kebingungan ketika dia menyiratkan presiden Mesir siap mundur, menggarisbawahi kesulitan Washington mengikuti krisis yang bergerak cepat.
Di tengah kencangnya spekulasi bahwa Hosni Mubarak sedang bersiap akan mengumuman pengunduran dirinya menghadapi protes massa -- yang kemudian terbukti salah -- Panetta nampaknya menyetujui laporan media di depan komite kongres, demikian AFP melaporkan.
Ditanya mengenai laporan berita bahwa Mubarak akan menyerahkan kekuasaan, Panetta mengatakan: "Saya mempunyai informasi yang sama dengan anda, bahwa ada kemungkinan kuat Mubarak akan lengser malam ini."
Namun seorang pejabat AS kemudian harus menjelaskan bahwa Panetta semata-mata mengacu pada laporan media dan bukan informasi khusus dari dalam Badan Intelijen Pusat (CIA).
Panetta juga secara terbuka berspekulasi tentang akhir kekuasaan Mubarak, dengan mengatakan sepertinya wakil presiden, Omar Suleiman, akan mengambilalih.
"Saya tidak tahu detail tentang bagaimana ini akan berlangsung namun saya menganggap bahwa dia akan memberikan kekuasaannya kepada Suleiman agar dapat memimpin negara itu dan mengarahkan reformasi yang diharapkan akan terjadi," katanya kepada Komite Intelijen DPR.
Meskipun merujuk pada laporan media yang ternyata tidak dapat dipercaya, direktur CIA itu menolak kritikan terhadap kerja badan menjelang kekacauan di Mesir. Namun kinerjanya sudah pasti memicu tuduhan bahwa komunitas intelijen itu lambat.
Para pengecam mengatakan badan intelijen negara itu, yang memperoleh anggaran lebih dari 80 miliar dolar pada tahun fiskal 2010, lengah bila dilihat dari skala kerusuhan di Mesir yang mengancam menyebar ke seluruh Timur Tengah dan mengguncang sekutu AS lainnya.
Badan intelijen Amerika mungkin telah tidak sadar sewaktu mengolah dinas rahasia Mesir dan Arab lain demi kontra terorisme, sementara gagal memahami "dunia demonstran," tulis komentator David Ignatius di Washington Post.
Ketua Senat Komite Intelijen Dianne Feinstein mengatakan sebelumnya minggu ini bahwa dinas rahasia tidak memberi Gedung Putih dan anggota legislatif "peringatan nyata" bahwa kerusuhan tidak akan menghantam sekutu lama Washington.
Minggu lalu, pejabat teras militer AS, Laksamana Mike Mullen, mengatakan bahwa perkembangan di Mesir muncul sebagai suatu "kejutan."
Pada dengar pendapat tersebut, Panetta kembali pada masalah kemungkinan pengunduran diri Mubarak dan mencoba menjelaskan apa yang dia ketahui tentang kejadian yang berlangsung cepat tersebut.
"Biarkan saya jelaskan agar sangat jelas di sini bahwa saya telah menerima laporan bahwa kemungkinan Mubarak akan melakukan hal itu (lengser). Kami terus memantau situasi. Kami belum mendapatkan kata yang tepat bahwa dia pada dasarnya akan melakukan hal itu," katanya.
Ketua komite dari Republik Mike Rogers, menghindari kritikan terhadap Panetta, dengan mengatakan kepada televisi Bloomberg bahwa "mungkin itu merupakan pilihan kata yang malang" dan bahwa "tidak seorang pun dapat memahami bola kristal."
James Clapper, direktur intelijen nasional, mengatakan dalam dengar pendapat yang sama bahwa dinas rahasia telah mengerjakan "tugas dengan rajin" dalam mengikuti gejolak belakangan ini di Tunisia dan Mesir.
Clapper, seorang veteran dunia intelijen, mengatakan bahwa dinas rahasia telah "lama mengidentifikasi kondisi yang eksis di Timur Tengah, seperti halnya masalah ekonomi, represi politik, dan frustrasi yang mengakumulasi pada banyak orang di Timur Tengah."
Namun, memprediksi dengan tepat apa yang akan menjadi katalisator untuk memicu demonstrasi massa itu sulit, kata dia dan Panetta.
Dia mengatakan CIA dapat melakukan lebih baik dalam hal mengikuti tren yang mendukung pemberontakan Mesir, dan mengatakan sebuah gugus tugas baru beranggotakan 35 orang akan memfokus pada "pemicu yang membakar kondisi ini."
CIA akan mencoba memperbaiki keintelijenannya seputar sentimen populer, kelompok oposisi dan peranan Internet, katanya. (ANT/K004)
Pewarta: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011