Jakarta (ANTARA) - Ketua Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial Binziad Kadafi mengatakan bahwa perbandingan dengan the Belgian High Council of Justice (HCJ) penting untuk dilakukan dalam kerangka penguatan kelembagaan Komisi Yudisial.
"Terutama dengan memberikan titik tekan pada beberapa faktor pembanding yang dapat dijadikan pembelajaran," kata Kadafi yang dikutip dari laman resmi Komisi Yudisial di Jakarta, Rabu.
Kadafi mengatakan bahwa baik HCJ maupun KY adalah buah langsung dari gerakan reformasi. Kedua lembaga tersebut mengemban ekspektasi publik yang tinggi untuk mendorong integritas peradilan dan memulihkan kepercayaan publik pada pengadilan.
"Ditambah lagi, keduanya dibentuk di tengah sistem ketatanegaraan yang konvensional, terutama dalam konteks pemisahan kekuasaan," ucap Kadafi ketika memberi paparan dalam seminar bertajuk "The Judicial Commissiom and the Independence of Judiciary: Lessons Learned from Indonesia and Belgium," Selasa (12/10).
KY dan HCJ menyandang posisi sebagai lembaga mandiri yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, atau dalam istilah HCJ, merupakan lembaga sui generis yang kadang terjadi kesalahpahaman secara sepihak dengan yang mengkualifikasikan lembaga tersebut sebagai organ pendukung negara.
Baca juga: Sukma: Keberadaan KY untuk jaga hakim jalankan tugas dengan baik
Baca juga: Hakim Agung: Hadapi kasus mafia tanah harus ambil sikap afirmatif
Meskipun kedua lembaga tersebut dibentuk dengan kerangka hukum yang sangat kuat, yaitu konstitusi dan undang-undang, tutur Kadafi melanjutkan, tetapi tantangan kerap muncul dalam dinamika hubungan dengan lembaga peradilan, khususnya terkait penentuan batas-batas kewenangan.
Keadaan tersebut menjadi potensi adanya tumpang tindih kewenangan, namun di sisi lain, juga dapat menjadi peluang kolaborasi.
"Faktor pembelajaran lain yang perlu diperhatikan adalah kontestasi yang inheren, terutama dari komposisi dan kualifikasi keanggotaan, di mana keanggotaan KY dan HCJ terdiri dari unsur hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan masyarakat, yang mensyaratkan pola kepemimpinan serta mekanisme pengambilan keputusan yang kolektif kolegial," tambahnya.
Meski kewenangan keduanya bisa berbeda, seperti kewenangan advokasi hakim yang khas KY, tetapi terdapat beberapa prinsip dan kewenangan dasar yang dapat ditarik sebagai ciri utama judicial councils seperti HCJ dan KY, yaitu posisi dan komposisinya, kewenangan dalam menyelenggarakan seleksi hakim yang objektif, kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap hakim, serta kontribusi aktif bagi reformasi peradilan.
“Satu-satunya pilihan untuk memperkuat peran KY bagi perwujudan independensi peradilan ke depan adalah meningkatkan relevansinya dengan menjadi lembaga yang semakin efektif dan efisien," tutur Kadafi menjelaskan.
KY akan terus relevan karena fungsi pengawasan terhadap independensi peradilan yang dijalankannya berbasis pada argumen akuntabilitas demokrasi, dorongan ketaatan hakim terhadap hukum, dan dorongan kepatuhan hakim pada etika dan pedoman perilaku.
Relevansi tersebut harus ditingkatkan dengan menjadikan KY berorientasi pada pelayanan prima, customer focused, memiliki desain organisasi yang meskipun ramping (kecil), tetapi smart, yakni berbasiskan penelitian dan data, dan terus mengembangkan jejaring, termasuk dunia akademik, masyarakat sipil, KY negara sahabat dan komunitas KY internasional.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021