Semarang (ANTARA News) - Pakar hukum tata negara Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Arief Hidayat menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Ahmadiyah tak perlu ditingkatkan menjadi undang-undang.
"Untuk apa SKB Tiga Menteri tentang Ahmadiyah ditingkatkan menjadi UU, tidak perlu itu," katanya di Semarang, Kamis, menanggapi wacana peningkatan SKB Tiga Menteri tentang Ahmadiyah menjadi UU.
Menurut dia, penyelesaian persoalan jamaah Ahmadiyah tidak perlu diselesaikan dengan meningkatkan SKB itu menjadi UU, sebab Pembukaan dan Pasal 29 UUD 1945 sudah mengatur tentang kehidupan beragama.
Ia menjelaskan pendiri Negara Indonesia sudah memikirkan sampai sejauh itu karena menyadari nuansa keberagaman yang ada di negara ini, tidak perlu menambah UU, apalagi hanya untuk satu kelompok tertentu.
"Kalau SKB tiga menteri terkait Ahmadiyah ditingkatkan jadi UU, bagaimana seandainya suatu saat nanti ada kelompok-kelompok agama semacam itu. Kan jadi sibuk sendiri membuat UU untuk mengaturnya," katanya.
"The Founding Fathers", kata dia, sudah memperdebatkan secara jauh tentang dasar negara sebelum akhirnya memutuskan untuk menganut sistem negara nasional yang religius, bukan negara sekuler dan bukan pula negara agama.
Dalam sistem kenegaraan yang dianut Indonesia, lanjut Arief, negara memberi kebebasan bagi warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan apapun, asalkan sesuai dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Di sisi lain, negara harus melindungi seluruh warga negaranya dalam menjalankan agama dan kepercayaannya itu. Seandainya, ada kelompok agama atau kepercayaan yang dinilai menyimpang harus diselesaikan secara hukum," katanya.
Terkait Ahmadiyah pun, kata Guru Besar Fakultas Hukum Undip itu, harus pula diselesaikan secara hukum dan biarkan pengadilan yang menilai dan memutuskan apakah kelompok agama tersebut melanggar hukum atau tidak.
"Mereka yang keberatan dengan keberadaan kelompok Ahmadiyah bisa menempuh jalur hukum, untuk kemudian diproses dan diputuskan oleh hakim. Ini sesuai dengan prinsip negara hukum, jangan main hakim sendiri," katanya.
Ia mengakui Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah dinyatakan sesat, namun MUI bukanlah lembaga hukum, bahkan SKB yang mengatur Ahmadiyah pun sebetulnya tidak efektif.
"Untuk menyelesaikan persoalan ini ya tetap harus lewat hukum, biarkan hakim yang menentukan kelompok Ahmadiyah melanggar atau tidak. Kalau dinyatakan melanggar, hakim bisa memutuskan mereka tak boleh meneruskan aktivitasnya," katanya.
Dalam proses persidangan, kata Arief, hakim bisa memanggil saksi ahli dari berbagai kalangan agama, seperti dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan kalau belum cukup bisa memanggil ahli agama dari internasional. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011