Jakarta (ANTARA) - Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee menilai saham bank digital akan tetap jadi primadona bagi investor meski sempat tertekan dalam sebulan terakhir seiring dengan meningkatnya harga komoditas.
Salah satu saham bank digital PT Bank Jago Tbk (ARTO) akhirnya keluar dari tekanan. Pada perdagangan Selasa (12/10) kemarin, saham Jago ditutup menguat 2,83 persen ke level Rp12.700 dengan nilai transaksi mencapai Rp542 miliar di mana asing melakukan beli bersih (net buy) senilai Rp55,93 miliar di seluruh pasar.
Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp24,71 miliar dilakukan di pasar negosiasi.
Menurut Hans dalam keterangan di Jakarta, Rabu, penguatan harga saham Jago tersebut mematahkan siklus penurunan harga selama sebulan terakhir. Sejak emiten penghasil batubara, CPO dan bank besar pesta gila gilaan, saham Jago justru menyelam di kedalaman Rp12.300 dari posisi Rp16.000 pada akhir September.
Baca juga: Prospek bank digital dinilai jadi daya tarik bagi investor asing
Penguatan tersebut, lanjut Hans, karena saham Jago sudah masuk fase jenuh jual. Seperti diketahui, beberapa waktu terakhir saham Jago telah melemah cukup signifikan, karena derasnya aksi jual saham, khususnya yang dilakukan investor asing.
"Ketika tekanan jual mereda, investor mulai mengakumulasi kembali saham ini," ujar Hans.
Selain itu, Hans menambahkan, asing belakangan cenderung masuk ke bank-bank konvesional karena terpicu bangkitnya sektor komoditas. Dalam perspektif investor, saat ini hanya bank konvesional yang paling banyak menyalurkan kredit ke sektor komoditas, bukan bank digital. Jadi, ketika harga komoditas terbang tinggi, investor beranggapan bank bank besar bakal ikut ketiban berkah.
Fenomena tersebut menjelaskan mengapa investor melakukan aksi ambil untung (profit taking) dari emiten yang telah menikmati kenaikan harga saham selama pandemi, seperti farmasi, teknologi dan bank digital. Setelah itu, mereka merotasi portofolio dengan memperbanyak saham komoditas, konsumer dan bank besar.
Akan tetapi, Hans menilai situasi tersebut bersifat sementara. Investor tetap menaruh harapan besar terhadap saham bank digital, namun lebih selektif. Bank yang menyandang status fully digital, dan terintegrasi dengan ekosistem, diyakini bakal kembali menjadi primadona.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan secara teknikal saham Jago menunjukkan tanda tanda pembalikan arah (reversal).
Baca juga: Bank Mandiri terus akselerasi transformasi layanan digital
"Ke depannya kami perkirakan masih rawan koreksi dalam jangka pendek. Saham Jago akan menguji area Rp12.700 terlebih dahulu. Namun demikian, apabila mampu bertahan di atas Rp12.575 sebagai supportnya, maka ARTO berpeluang menguat kembali," ujar Herditya.
Selain itu, pelaku pasar menganggap harga Jago saat ini jauh lebih rendah dari harga beli Ribbit Capital pada saat mengumumkan investasi di Jago. Investor menilai Jago layak dikoleksi karena telah menjadi portfolio investor kakap sekelas Ribbit, yang terkenal sangat jeli dalam melakukan valuasi.
Ke depan, saham Jago pun diprediksi masih memiliki banyak ruang untuk menguat kembali. Faktor pemicunya adalah publkasi data kinerja kuartal III 2021 yang akan dirilis pada akhir Oktober mendatang.
Beredar rumor Jago akan mencetak profit pada kinerja kuartal III 2021. Informasi tersebut terendus sejak Jago mencatatkan pertumbuhan kredit yang positif pada kuartal II lalu dan rasio keuangan yang semakin membaik. Jika hal ituterjadi, Jago akan menjadi salah satu bank digital tercepat dalam menghasilkan laba bersih.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021