"Sampai dengan saat ini, partai-partai politik belum mampu mengemban atau gagal menjalankan fungsinya dengan benar. Untuk itu perlu adanya reformasi di tubuh partai politik," katanya di Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan, rekrutmen kepemimpinan menjadi kepala daerah seringkali tidak berdasarkan kemampuan, namun hanya popularitas atau kemampuan finansial seseorang.
"Jadi parpol hanya dijadikan cap untuk seseorang maju dalam pilkada, tetapi bukan kader yang memang dipersiapkan menjadi pemimpin," katanya.
Selain itu, menurut dia, Parpol juga seringkali menjadi ajang mengembangkan feodalisme dalam politik. "Entah itu istrinya sendiri, anak-anaknya, keluarganya, semua dimasukan tanpa melihat kemampuan dan kapasitas orang itu," katanya.
Budaya ini, menurut dia, kemudian menghambat meritrokrasi yang selama ini selalu didengung-dengungkan dan diupayakan oleh berbagai pihak.
Ia juga menilai, partai politik seringkali hanya beroperasi untuk meraih suara lima tahun sekali, namun kurang mampu menjalankan peran sebagai agregasi kepentingan, menampung aspirasi publik untuk kemudian disuarakan di parlemen.
Untuk itu, ia menilai agenda reformasi dari partai politik sangat penting guna menjamin masa depan negara dan demokrasi di Indonesia.
"Hanya dengan reformasi partai politik itu kita bisa menghindarkan para pemimpin yang hanya berbekal uang dan popularitas tanpa karakter dan visi yang kuat membangun bangsa," katanya. (M041/U002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011