Ahmadiyah Qadian itu meyakini Mirza sebagai nabi, sedangkan Ahmadiyah Lahore menganggap Mirza sebatas mujaddid, imam, atau wali

Surabaya (ANTARA News) - Sosiolog Islam Prof H Nur Syam MA meminta pemerintah untuk melarang Ahmadiyah Qadian, karena mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid (pembaharu) dan nabi.

"Ahmadiyah itu memang ada dua kelompok yakni Qadian dan Lahore, namun keduanya memiliki perbedaan prinsip terkait `kenabian` Miza Ghulam Ahmad (1835-1908)," katanya di Surabaya, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi serangkaian aksi kekerasan yang dialami Jamiyah Ahmadiyah di Jawa Barat, termasuk peristiwa di Pandeglang, Banten, yang menewaskan empat orang pada 6 Februari 2011.

Menurut Nur Syam yang juga Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, Ahmadiyah Lahore tidak seekstrem Ahmadiyah Qadian, karena Ahmadiyah Lahore hanya menganggap Mirza sebagai "mujaddid" (pembaharu).

"Dalam disertasi yang pernah saya uji tentang Ahmadiyah menunjukkan Ahmadiyah Qadian itu meyakini Mirza sebagai nabi, sedangkan Ahmadiyah Lahore menganggap Mirza sebatas mujaddid, imam, atau wali," katanya.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk menyelesaikan persoalan Ahmadiyah dengan melarang Ahmadiyah Qadian, karena mereka merupakan kelompok yang jauh menyimpang dari ajaran Islam.

"Kedua kelompok Ahmadiyah itu sama-sama berkembang di Indonesia, yakni Ahmadiyah Qadian yang berpusat di Bogor (Jabar) dan Ahmadiyah Lahore yang berpusat di Yogyakarta," katanya.

Dari sejarah perkembangan Ahmadiyah itu, katanya, dapat ditelusuri adanya "persoalan" Ahmadiyah yang selalu bermula dari Jawa Barat, karena di sana merupakan pusat dari Ahmadiyah Qadian.

"Saya sendiri sepakat bila Ahmadiyah dapat dianggap sebagai bagian dari agama Islam, asalkan mereka memandang Mirza bukan nabi, karena Islam mengajarkan Muhammad SAW adalah nabi terakhir," katanya.

Oleh karena itu, Ahmadiyah Qadian yang menganggap Mirza sebagai nabi harus dilarang, karena mereka sudah masuk wilayah penodaan agama.

"Penodaan agama, kebebasan beragama, dan kekerasan bernuansa agama adalah tiga hal yang berbeda, karena penodaan agama itu merusak agama yang sudah ada, sedangkan kebebasan beragama itu terkait dengan agama yang baru atau berbeda," katanya.

Sementara kekerasan bernuansa agama itu justru tidak diajarkan oleh agama apapun, sebab kekerasan dengan dalih apapun akan memunculkan siklus kekerasan, sehingga kekerasan harus diperangi.

Sebelumnya (9/2), Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchory meminta pemerintah untuk melarang Ahmadiyah, karena MUI telah menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat sejak tahun 1980 dan ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005.

"Di Pakistan, Ahmadiyah Lahore dan Qadian hanya dibolehkan menjadi agama baru, sedangkan di Malaysia dan Brunei Darussalam sudah ditetapkan sebagai aliran yang dilarang," katanya.

(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011