"Skenario pesimistis memperlihatkan iklim di Bordeaux, sampai 2050, takkan mendukung bagi Cabernet dan Merlot, varitas utama anggur merah --yang paling banyak dikembangkan-- di wilayah tersebut, kata Jean-Pascal, peneliti di penelitian National Institute for Agricultural (INRA), seperti dikutip AFP .
"Kami saat ini berada dalam lingkungan yang paling pesimistis --yaitu kondisi gawat-darurat," kata Jean-Pascal kepada pembuat anggur minuman dari sebagai puri paling bergengsi di wilayah tersebut.
Bagi Bordeaux, perubahan iklim berarti temperatur minimal yang lebih tinggi dan kemarau selama musim panas, kata pembicara dalam pertemuan itu.
Temperatur minimal yang lebih tinggi akan membuat anggur matang lebih dini. Kemarau selama musim panas artinya makin besar kemungkinannya anggur kekurangan air pada tahap menjadi matang. Suplai air dalam jumlah cukup merupakan faktor yang sangat penting pada tahap menjelang kematangan anggur.
Jika kekurangan air, hasilnya ialah aroma anggur kehilangan kesegaran dan anggur kekurangan keseimbangan keasaman, gula dan asam-tanin --zat yang menyimpan kenikmatan sehingga memungkinkan minuman itu bertambah usia dan makin nikmat serta makin mahal harganya di pasar.
Meski menghadapi berita buruk semacam itu, para petani anggur tetap optimistis mengenai kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan yang menghadang.
"Jika perubahan iklim terjadi dengan cepat, keadaan akan sulit. Jika perubahan tersebut terjadi secara perlahan, kami bisa menyesuaikan diri," kata Philippe Bardet, petani anggur di komite teknis dewan itu.
"Kami telah lolos dari phylloxera, yang menghabiskan setiap tanaman anggur dalam lima tahun. Kami akan menyesuaikan diri dengan perubahan iklim," katanya.
Pada penghujung Abad XIX, wabah hama seperti kumbang kecil phylloxera memusnahkan sebagian besar tanaman anggur di Eropa, terutama di Prancis.
Jean-Pascal Goutouly menyebutkan gelombang panas 2003 --saat temperatur seringkali mencapai 40 derajat Celsius (104 Fahrenheit)-- sebagai contoh mengenai situasi yang akan lebih sering sampai akhir abad ini.
"Pada 2003, tanaman anggur yang menghasilkan Lafite memiliki reaksi khas yang klasik", dan menghasilkan minuman anggur terkenal, kata Charles Chevalier, direktur teknis dan pembuat anggur di puri kondang tersebut. "Tapi gabungan berbagai faktor --termasuk tanah, iklim dan lingkungan hidup-- yang memberi anggur ciri khasnya lebih sensitif. Anggur itu memiliki kandungan gula yang lebih tinggi."
Ahli anggur yang menjadi penasehat di perusahaan lain yang juga terkenal mengakui beberapa rencana "tak berjalan dengan sangat baik" dalam menanggulangi kondisi ekstrem.
Para petani anggur sudah mulai menyesuaikan diri, misalnya beralih ke sel, produk sel, atau organisme yang secara genetika sama dengan unit atau individu induknya --variasi kecil di dalam varietas-- yang telah disisihkan pada masa lalu sebab sel itu matang terlalu lambat, dan meneliti batang bawah yang akan mengalirkan air selama kemarau.
(C003/T010/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011