Sumbawa (ANTARA News) - Awan tipis menggelayut di langit bukit Ponan, Sumbawa. Sinar matahari yang biasanya menyengat, hanya sesekali menyelinap di sela awan.
Petani di Ponan pagi itu berbondong-bondong menuju bukit. Mereka dengan suka cita berjalan beriring membelah pematang sawah dengan menyunggi bakul berisi makanan dan jajanan. Mereka tampak tak sabar untuk memulai pesta rakyat di bukit Ponan.
Bukit Ponan adalah bukit yang berada di Desa Poto, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Bukit seluas 82 are ini dikelilingi tiga dusun, yakni Dusun Poto, Dusun Malili dan Dusun Lengas. Bukit Ponan berada sekitar 11 kilometer arah Tenggara Kota Sumbawa.
Penduduk dusun tersebut sebagian besar hidup bertani seperti halnya penduduk di Kecamatan Moyo Hilir yang berjumlah sekitar 21.600 jiwa.
Masyarakat setempat menyebut pesta rakyat ini dengan nama Pesta Ponan, seperti nama bukit tempat dilaksanakan upacara. Pesta Ponan diikuti oleh ratusan warga sekitar baik tua-muda maupun anak-anak. Suasana bukit Ponan yang biasanya senyap, menjadi tampak semarak.
Mereka berkumpul di atas bukit, menuju beberapa makam, salah satu diantaranya adalah makam HM Gaffar atau lebih dikenal dengan Haji Batu. HM Gaffar, adalah tokoh sakti yang dihormati dan disegani warga sekitar bukit Ponan.
Warga datang membawa sesajian terdiri dari enam jenis makanan dan buah-buahan. Seluruh makanan tersebut kemudian ditempatkan pada sebuah balai-balai kecil semacam altar yang terdapat di komplek makam tersebut. Makanan-makanan itu disusun rapi agar mudah dibagikan kepada pengunjung.
Warga atau pengunjung yang tidak mendapat tempat di komplek bukit Ponan, rela mengikuti tahapan-tahapan upacara dari tempat yang agak jauh.
Pesta Ponan diawali dengan dzikir dan doa bersama yang dipimpin oleh pemuka adat dan pemuka agama. Usai doa, warga membaca pujian untuk seluruh leluhur mereka dalam bahasa Samawa (Sumbawa). Setelah itu, dilanjutkan dengan pembagian makanan keseluruh warga dan akhir acara ditandai dengan makan bersama.
Kearifan Lokal
Pesta Ponan tidak diketahui kapan mulai dilaksanakan masyarakat sekitar bukit. Masyarakat hanya mengetahui bahwa pesta Ponan merupakan pesta tahunan yang sudah dijalani masyarakat setempat secara turun-temurun. Upacara ini sebagai wujud syukur masyarakat pascatanam padi sekaligus ajang silaturahmi antarwarga.
Ketua Lembaga Adat Ponan, Hatta Jamal, mengemukakan, pesta Ponan tahun ini digelar pada 6 Februari. Pelaksanaan pesta rakyat ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah desa setempat.
Konon, masyarakat Dusun Poto, Lengas dan Malili di Kecamatan Moyo Hilir, Sumbawa, dulu berasal dari satu rumpun yaitu Desa Bekat. Sedangkan HM Gaffar atau Haji Batu merupakan nenek moyang warga Bekat. Sebagian masyarakat bahkan menyebut warga setempat sebagai "warga Bekat" meskipun Bekat sendiri kini hanya merupakan satu dusun di Desa Poto.
Pesta Ponan kental dengan ajaran kearifan lokal , utamanya yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan sekitar agar lestari.
Setiap bahan makanan berbahan dasar beras harus dikukus atau dimasak, tidak boleh digoreng. Bahan makanan itu harus diambil dari kekayaan alam setempat. Sedangkan jenis makanan yang dihasilkan antara lain buras, lepat, patikal dan ketupat.
Bahan makanan itu dimasak secara bergotong royong oleh masing-masing keluarga. Warga biasanya memasak bahan makanan di rumah masing-masing sehari sebelum pesta, karena untuk memasak berbagai jenis makanan itu dibutuhkan waktu cukup lama. Makanan tersebut kemudian dibawa untuk "kenduri" sebelum disajikan kepada para tamu yang hadir dalam pesta.
Ketua Lembaga Adat Ponan, Hatta Jamal, menjelaskan, proses memasak dengan merebus atau mengukus akan mengeluarkan uap air dan diharapkan dapat mendatangkan hujan sehingga dapat menjaga kesuburan tanaman petani.
Tidak hanya itu, meski dalam pesta Ponan warga memakan berbagai makanan yang ada, namun makanan-makanan itu tidak dihabiskan semua. Sebagian makanan dibawa pulang untuk disebar di ladang dan sawah mereka. Mereka percaya makanan itu bisa menyuburkan sawah ladang mereka serta menghindarkan dari segala bencana.
Bahkan, ketika pesta usai beberapa warga juga memunguti sampah dari bungkus makanan ke kantong. Sampah-sampah tersebut selanjutnya dibuang ke sawah. Mereka percaya bungkus makanan itu pun akan menyuburkan sawah ladangnya.
"Menurut keyakinan warga, makanan yang ditebarkan ke sawah atau ladang akan menyuburkan sawah atau ladang mereka," kata Hatta.
Menurut Hatta Pesta Ponan merupakan upacara tradisi yang sarat dengan makna berupa pelajaran hidup bagi masyarakatnya. Warga percaya, bersikap bijak dalam mengelola lingkungan dan lestari, diyakini akan mendukung terciptanya keberlanjutan hidup manusia itu sendiri.
(S021/T010/A038)
Oleh Slamet Hadi Purnomo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011