Kairo (ANTARA News) - Kehidupan di ibu kota Mesir, Kairo, berangsur menggeliat dan polisi juga mulai aktif kembali setelah hampir dua pekan menghilang sejak demonstrasi akbar pada 28 Januari 2011.

Pasar, toko, bank dan kantor-kantor pemerintah mulai aktif sejak Ahad (6/2) atau hari pertama awal pekan di negeri Piramida itu.

Sejak unjuk rasa akbar pada 28 Januari -- yang oleh warga setempat dijulukinya sebagai "Jumatul Ghadhab (revolusi Jumat)" -- semua kantor pemerintah dan bank-bank libur.

Sejak dibuka pada Ahad, masyarakat berjubel antri di bank-bank untuk menyambung hidup.

Sementara ini, bank hanya dibuka tiga jam saja sehari dari pukul 10.00-13.00 dari biasanya pukul 8.00-16.00, sementara kantor pemerintah dibuka satu jam lebih panjang, yakni dari pukul 10.00-14.00.

Bundaran Tahrir, tempat terkonsentrasinya aksi unjuk rasa pro demokrasi, sudah aman dilewati.

Bila sebelumnya setiap orang masuk ke Bundaran Tahrir diperiksa identitas oleh tentara -- yang mengambil alih keamanan dari polisi -- kini pemeriksaan itu dilakukan oleh para pelaku demo sendiri.

Pemeriksaan identitas bagi setiap setiap orang yang masuk atau lewat di sini oleh pelaku demo itu dilakukan semata-mata untuk mewaspadai provokator.

Bus-bus dalam kota juga sudah mulai melewati Bundaran Tahrir, kendati beberapa jalan menuju bundaran kesohor di pusat kota Kairo masih diblokir dengan tank-tank tempur militer. Tank-tank tempur masih siaga di sekitar Tahrir dan tempat-tempat strategis di kota Kairo.

Jam malam atau larangan keluar rumah pada waktu malam yang diberlakukan sejak 28 Januari telah diperpendek sebelas jam saja menjadi pukul 19.00-06.00 dari sebelumnya 17 jam dari pukul 15.00-08.00.

Derung mesin tank-tank tempur yang berpatroli di waktu malam di jalan-jalan ibu kota juga sudah tak terdengar lagi sejak akhir pekan lalu.

Suasana politik juga sudah mulai mendingin setelah pemerintah dan oposisi, terutama Ikhwanul Muslimin -- penggerak utama aksi revolusi -- membuka diri untuk berdialog dalam upaya pemulihan stabilitas.

Revolusi yang melanda Mesir itu menelan korban tewas sedikitnya 297 orang, menurut taksiran Human Rights Watch yang di siarkan Selasa.
(M043)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011