Jakarta (ANTARA News) - Pengamat perminyakan Kurtubi menilai kebijakan pembatasan BBM bersubsidi bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2004 terkait hasil uji materi UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

"Pemaksaan kepada rakyat untuk membeli BBM nonbersubsidi yang harganya diserahkan ke pasar adalah bertentangan dengan putusan MK," kata Kurtubi dalam diskusi bertajuk "Subsidi BBM Dibatasi Siapa Diuntungkan?" yang digelar di Jakarta, Rabu.

Menurut pengajar Pascasarjana FEUI itu, bila pemerintah memberlakukan hal itu maka kebijakan tersebut dapat dilihat sebagai bentuk pelanggaran terhadap Pasal 33 UUD 1945.

Selain itu, menurut dia, kebijakan tersebut juga dinilai akan menaikkan harga "secara terselubung" sehingga dapat memicu inflasi, menaikkan suku bunga, menurunkan daya beli masyarakat, dan meningkatkan jumlah orang miskin.

"Sementara mekanisme kontrol diyakini tidak akan efektif karena ribet," katanya.

Senada dengan Kurtubi, mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mengatakan, selama ini dibuat gambaran bahwa seolah-olah pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali dengan menghapus subsidi BBM.

Menurut Rizal, salah satu indikasi dari pemerintah neoliberal adalah memakai sejumlah argumen yang akan menghapus subsidi.

Ia juga berpendapat, seharusnya pemerintah memberantas terlebih dahulu mafia energi yang mengambil keuntungan dari ekspor-impor minyak, serta membangun sejumlah kilang perminyakan.

"Dengan memiliki kilang minyak sendiri maka harga BBM di dalam negeri bisa lebih murah 20-30 persen," katanya.

MK pada 21 Desember 2004 mengabulkan sebagian permohonan pengujian material UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, terutama pasal 12 ayat (3), pasal 22 ayat (1), dan pasal 28 ayat (2).

Ketiga pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, demikian disampaikan Ketua MK ketika itu, Jimly Asshiddiqie.

Putusan itu menyebutkan, pasal 12 ayat (3) UU Migas yang berbunyi "Menteri menetapkan badan usaha dan bentuk usaha tetap yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha eksplorasi pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2", sepanjang mengenai kata-kata "diberi wewenang" dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Kemudian pasal 22 ayat (1) yang berbunyi "Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri", sepanjang mengenai kata-kata "paling banyak" diminta untuk diperbaiki.

Sedangkan Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi "Harga BBM dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar", dan ayat (3) yang berbunyi "Pelaksanaan kebijakan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat dua tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu" juga diminta untuk diperbaiki.
(M040)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011