Begitu mendengar saya diterima, orang tua bertanya kepada saya. 'Lho, terus bayarnya bagaimana?'. Saya menjawab, 'Enggak bayar, Pa, Ma. Itu beasiswa'
Mimika (ANTARA) - "Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barang siapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barang siapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit," tulis Pramoedya Ananta Toer dalam salah satu buku magnum opusnya, "Anak Semua Bangsa".
Pramoedya, sastrawan besar Indonesia asal Blora, benar. Hidup sejatinya tentang perpaduan pahit dan manis perjalanan. Semuanya berpadu, mewarnai langkah manusia yang berburu mimpi-mimpi.
Habib Titoaji, kapten tim bola basket putra Jawa Tengah dalam PON XX Papua, mengetahui betul soal itu.
Lahir dari keluarga sederhana di Kudus, Jawa Tengah, pada 13 Maret 1998, Habib tumbuh sebagai anak yang aktif dan suka berolahraga. Hobinya bermain bulu tangkis.
Akan tetapi, menginjak tahun ketiga pendidikan di SMP Negeri 2 Kudus, kesenangannya kepada badminton mulai teralihkan.
Habib terbuai dengan permainan bola basket yang diajarkan oleh anggota satuan pengamanan (satpam) sekolahnya.
"Saya masih ingat banget namanya, Mas Bambang. Itu kegiatan ekstrakulikuler. Kami berlatih tiga sampai empat kali seminggu. Latihannya cuma teknik dasar dan sesekali ada pertandingan," ujar Habib.
Ternyata, Habib memiliki kemampuan yang menonjol saat melakukan olahraga lima lawan lima itu dan kerap mengikuti turnamen bola basket antar-SMP di Kudus.
Seiring mulai tumbuhnya mimpi menjadi pemain bola basket, bakat Habib tercium para pencari talenta.
Habib lalu mendapatkan tawaran melanjutkan sekolah dari PPLP dan SMA Karangturi di Semarang. Habib mantap memilih SMA Karangturi, tetapi terkendala restu dari orang tuanya, salah satunya lantaran masalah biaya.
Baca juga: Perbasi: pemain terbaik 3x3 berpotensi ke tim nasional
Habib tidak menyerah. Anak pertama dari dua bersaudara itu mencari jalan bagaimana bisa sekolah di sana tanpa memberatkan ayah dan ibunya.
Diam-diam, tanpa izin, Habib berangkat ke Semarang untuk menjalani seleksi masuk SMA swasta ternama di Kota Lumpia tersebut via jalur beasiswa olahraga. Dalam hal ini bola basket, tentu saja.
Habib dinyatakan lulus. Dengan kelegaan luar biasa, dia mengabarkan itu kepada orang tuanya.
"Begitu mendengar saya diterima, orang tua bertanya kepada saya. 'Lho, terus bayarnya bagaimana?'. Saya menjawab, 'Enggak bayar, Pa, Ma. Itu beasiswa'," tutur Habib.
Di SMA, sinar Habib Titoaji semakin terang. Mengikuti banyak kompetisi, dia akhirnya mendapatkan panggilan untuk seleksi tim nasional junior Indonesia. Akan tetapi, dia tidak diterima pada penyaringan perdana.
Lagi-lagi Habib tidak tumbang dihantam kecewa. Dia mencoba lagi pada kesempatan kedua dan akhirnya resmi menjadi bagian dari timnas U-16 Merah Putih.
Pada 2016, Habib kembali masuk daftar pemain timnas, kali ini U-18, dan tampil dalam Piala Asia U-18 FIBA di Iran.
Catatan internasional Habib membuatnya terpilih masuk skuad bola basket putra Jawa Tengah untuk PON 2016.
Di sela-sela persiapan menuju PON Jawa Barat itu, datanglah tawaran kuliah dari Universitas Surabaya. Seperti kisah lalu, beasiswa bola basket membawa Habib mengenyam pendidikan tinggi secara cuma-cuma.
Sementara dalam PON 2016, Habib ikut mengantarkan Jawa Tengah mencapai peringkat keempat.
Baca juga: Perbasi berencana gelar kejuaraan nasional setelah PON Papua
ikut seleksi di Jakarta ....
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2021