Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sembilan saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemkab Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2021, Selasa.
"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemkab Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2021 dengan tersangka AMN (Andi Merya Nur/Bupati Kolaka Timur) dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Sembilan saksi, yakni Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Kolaka Timur Dewa Made Ratmawan, Nikyta Faradilla selaku sekretaris pribadi Bupati Kolaka Timur, dan tujuh anggota pokja ULP Kabupataen Kolaka Timur masing-masing Ririn Wijaya, Haeruddin, Sarmin Ishak, Gusti Putu Artana, I Putu Sidiono, Andi Ahmad Tongasa, dan Fandy Warsya Ashari.
"Pemeriksaan dilakukan di Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sultra, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara," ucap Ali.
KPK telah menetapkan Andi Merya bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR) sebagai tersangka.
Baca juga: KPK panggil Deputi BNPB saksi kasus pengadaan barang/jasa Kolaka Timur
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Maret-Agustus 2021, dua tersangka itu menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).
Kemudian awal September 2021, keduanya datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.
Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Adapun khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi Merya menyetujui permintaan Anzarullah tersebut dan sepakat akan memberikan "fee" kepada Andi Merya sebesar 30 persen.
Selanjutnya, Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan selaku Kepala Bagian ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sehingga perusahaan milik Anzarullah dan/atau grup Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek itu.
Baca juga: Menilik bupati Kolaka Timur 99 hari menjabat lalu ditangkap KPK
KPK menduga Andi Merya meminta uang Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
Anzarullah telah menyerahkan uang Rp25 juta terlebih dahulu kepada Andi Merya dan sisanya Rp225 juta disepakati akan diserahkan di rumah pribadi Andi Merya di Kendari.
Adapun sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan.
Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 .
Sebagai penerima, Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Baca juga: KPK menahan Bupati Kolaka Timur
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021