Jakarta (ANTARA) - Ragam peristiwa di Indonesia terjadi pada Senin (11/10) disiarkan ANTARA dan masih layak Anda baca kembali untuk informasi pagi ini.
1. Akademisi: Nikah siri ditulis di KK bentuk perlindungan warga negara
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menyatakan aturan yang memperbolehkan status nikah siri di kartu keluarga (KK) sebagai bentuk perlindungan warga negara.
Secara substansial, Tholabi dapat menangkap spirit perlindungan terhadap hak-hak warga negara, khususnya bagi anak yang lahir dari pasangan nikah siri melalui Permendagri Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran.
2. Kompolnas sarankan Polri gunakan bantuan SCI cari bukti di Luwu Timur
Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyarankan Polri untuk menggunakan bantuan "scientific crime investigation" (SCI) dalam mencari bukti baru kasus rudapaksa tiga anak di bawah umur yang terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
3. KPK panggil Azis Syamsuddin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memanggil mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin (AZ) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait dengan penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah.
"Benar, hari ini diagendakan pemeriksaan tersangka AZ di Gedung Merah Putih KPK," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
4. KPK panggil empat anggota DPRD Muara Enim
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memanggil empat anggota DPRD Kabupaten Muara Enim dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim pada tahun anggaran 2019.
Empat anggota DPRD Kabupaten Muara Enim tersebut, yakni Kasman, Mardalena, Verra Erika, dan Samudera Kelana. Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka anggota DPRD Kabupaten Muara Enim Ahmad Reo Kusuma (ARK) dan kawan-kawan.
5. Pensiunan dokter gugat aturan Pedoman Ejaan Bahasa ke MK
Pensiunan Dinas Kesehatan dr. Ludjiono menguji Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia kepada Mahkamah Konstitusi agar abjad atau aksara yang digunakan dalam aturan berbahasa diberi nama.
“Nama itu bisa diadopsi dari nama aksara di Indonesia, seperti aksara Kawi, Jawa, Bali, dan bisa juga diadopsi dari aksara-aksara yang ada di Indonesia,” kata Ludjiono dalam Sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 52/PUU-XIX/2021 yang disiarkan langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI Jakarta , Senin.
Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021