Kandahar, Afghanistan (ANTARA News) - Satu orang, yang diduga penterjemah Afghanistan untuk pasukan AS, tewas dan lima orang cedera Senin dalam serangan bom bunuh diri di kota terbesar Afghanistan selatan, Kandahar, kata sejumlah pejabat.

Ledakan yang terjadi di kantor pabean di Kandahar yang dianggap sebagai tempat kelahiran Taliban itu melukai dua prajurit internasional dan tiga orang lain, kata Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO, demikian AFP melaporkan.

Kepala kepolisian provinsi Kandahar, Khan Mohammad Mujahid, sebelumnya mengatakan, seorang penterjemah dan sejumlah prajurit AS tewas dalam serangan itu.

Namun, ISAF mengatakan, tidak ada korban tewas di pihak pasukan asing. Dalam pengumuman terpisah, militer itu mengatakan, seorang prajurit koalisi tewas dalam ledakan bom di Afghanistan selatan Senin, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal itu.

"Seorang peyerang bunuh diri meledakkan bom di kantor pabean di kota Kandahar, provinsi Kandahar, hari ini," kata ISAF dalam sebuah pernyataan.

"Satu orang, yang bukan prajurit ISAF, tewas dalam ledakan itu. Lima orang cedera, dua diantaranya prajurit ISAF," kata pernyataan itu.

Serangan itu terjadi beberapa meter dari pintu gerbang utama kantor itu ketika konvoi militer AS memasuki kompleks bangunan tersebut, kata Kolonel Abdul Ghani, pejabat yang bertanggung jawab atas keamanan di sana.

Taliban mengklaim bahwa "14 prajurit AS, termasuk dua penterjemah mereka" tewas dalam serangan itu, menurut kelompok pemantau SITE yang mengutip komunike yang dipasang di situs Taliban.

Pemboman itu merupakan rangkaian kekerasan yang terjadi di Kandahar, yang menjadi sasaran ofensif anti-Taliban oleh pasukan internasional dan salah satu tempat paling berbahaya di Afghanistan.

Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.

Pemimpin Taliban Mullah Omar telah menyatakan, pihaknya akan meningkatkan serangan taktis terhadap pasukan koalisi untuk memerangkap musuh dalam perang yang melelahkan dan mengusir mereka seperti pasukan eks-Uni Sovyet.

Saat ini terdapat lebih dari 150.000 prajurit yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi gerilyawan Taliban.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Pasukan NATO dan Afghanistan saat ini terlibat dalam ofensif besar-besaran di sekitar Kandahar -- kota terbesar di wilayah selatan -- yang bertujuan menghalau gerilyawan dari daerah tersebut untuk membantu mengakhiri perang panjang Afghanistan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011