Jakarta (ANTARA) - Direktur Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jasa Indonesia Persero (Jasindo) 2008-2016 Solihah didakwa melakukan korupsi yang memperkaya diri sendiri dan pihak lain sehingga merugikan keuangan negara senilai 766.955.97 dolar AS atau setara Rp7,584 miliar.
"Terdakwa Solihah selaku Direktur Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jasa Indonesia (PT Asuransi Jasindo) periode tahun 2008-2016 bersama-sama dengan Budi Tjahjono selaku Direktur Pemasaran PT Asuransi Jasindo periode 2008-2011 dan Direktur Utama periode 2011-2016 merekayasa kegiatan agen dan melakukan pembayaran komisi terhadap kegiatan agen asuransi fiktif atas nama Supomo Hidjazie dalam penutupan asuransi aset dan kontruksi pada BP Migas-KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) tahun 2012 - 2014 yang merugikan keuangan negara cq PT Asuransi Jasiodo sebesar 766.955.97 dolar AS atau setara Rp7,584 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK M Nur Azis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Perbuatan tersebut juga memperkaya Sholihah sejumlah 198.340,85 dolar AS, Budi Tjahjono sebesar 462.795,31 dolar AS, dan Supomo Hidjazie sebesar 136,96 dolar AS.
Perkara ini diawali dengan pertemuan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono dan Dirut PT Asuransi Jasindo pada 2011 agar Jasindo menjadi pemimpin konsorsium asuransi minyak dan gas di BP Migas karena Budi Tjahjono mendapat informasi akan terjadi perubahan "Renewal For Proposal" (RFP) dalam pengadaan penutupan asuransi aset dan konstruksi pada BP Migas-KKKS tahun 2012 - 2014 yang akan membahayakan posisi PT Asuransi Jasindo sebagai pemimpin konsorsium.
Baca juga: KPK limpahkan berkas terdakwa perkara korupsi kegiatan fiktif Jasindo
Atas permintaan Budi Tjahjono itu, Raden Priyono menyanggupinya.
Selanjutnya Budi tjahjono mengadakan rapat direksi untuk menyepakati pemberian "fee" kepada BP Migas dan biaya lain yang diperlukan dalam rangka pengurusan PT Asuransi Jasindo tetap menjadi leader konsorsium dengan mekanisme pengeluaran uang melalui pembayaran uang komisi kepada agen Asuransi PT Asuransi Jasindo dan disepakati Supono Hidjazie yang ditunjuk menggantikan Ki Agus Emil Fahmy Cornain/KM IMan Tauhid Khad sebagai agen fiktif periode sebelumnya.
"Terdakwa ditugaskan untuk mengumpulkan kembali uang komisi agen yang telah dibayarkan oleh PT Asuransi Jasindo kepada agen asuransi (Supomo Hidjazie) untuk selanjutnya dipergunakan untuk memberikan fee kepada BP Migas dan keperluan operasional lain sesuai perintah Budi Tjahjono," tambah jaksa.
Supomo Hidjazie ditunjuk sebagai agen asuransi kerugian proyek minyak dan gas pada 18 Juli 2008.
Pada 21 Februari 2012, BPMIGAS menunjuk PT Asuransi Jasindo sebagai leader konsorsium.
Untuk melakukan pembayaran komisi agen Supomo Hidjazie, Budi Tjahjono memerintahkan kepada Kepala Kantor Cabang PT Asuransi Jasindo Jakarta Gatot Subroto agar menyiapkan semua dokumen kelengkapan pencairan, sehingga Supomo tinggal menandatangani saja.
Baca juga: Dua tersangka kasus kegiatan fiktif Asuransi Jasindo segera disidang
Pembayaran dilakukan secara bertahap, yaitu pada 2 April 2012 ditransfer sebesar 126,811.26 dolar AS, pada 9 Agustus 2012 ditransfer 422,828.99 dolar AS, pada 20 Maret 2013 ditransfer 111,632.91 dolar AS.
Setelah uang komisi masuk, Sholihah lalu menghubungi Supomo untuk menyerahkan kembali uang agen tersebut ke Sholihal sehingga seluruhnya 661,136.20 dolar AS sedangkan sisanya sebesar 136,96 dolar AS masih di rekening Supomo.
Dari jumlah yang dikembalikan ke Sholihah, sebesar 70 persen yaitu 462.795,34 dolar AS diserahkan ke Budi Tjahjono sedangkan sisanya 30 persen, yaitu 198.340,86 dolar AS tetap dikuasai Sholihah.
Baca juga: KPK panggil lima saksi terkait kasus Asuransi Jasindo
Atas perbuatannya Sholihah didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU jo pasal 18 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021