Dengan cara demikian Indonesia tidak selalu mengekor hasil riset yang dikeluarkan pihak asing. "Karena kita tidak punya budaya riset, maka kita tidak mampu membuat arus, sebaliknya malah dilanda arus," kata Sutiman kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Dikatakannya, tidak sedikit komoditas asli Indonesia yang hanya mampu berkutat di pasaran lokal, bahkan menghilang gara-gara diopinikan tidak sehat tanpa dasar riset yang memadai namun diterima begitu saja.
Padahal, lanjutnya, jika dilakukan riset sendiri belum tentu hasilnya sama dengan opini negatif yang dikembangkan. "Setidaknya bisa mencari solusi untuk mengubah suatu komoditas agar bisa lebih diterima," katanya.
Ia mencontohkan komoditas rokok kretek yang merupakan komoditas asli Indonesia yang selain memiliki nilai ekonomi tinggi juga potensial diangkat jadi salah satu ikon budaya.
"Industri rokok kretek tidak gampang goyah, tetapi digempur sebagai produk tak sehat, padahal tidak ada riset tentang kretek. Kretek beda dengan rokok putih (tanpa campuran cengkeh, Red)," katanya.
Dikatakannya, dengan pendekatan nano biology asap rokok kretek yang mengandung kadar racun bisa dimodifikasi menjadi asap yang menyehatkan bagi manusia serta menyuburkan dan meningkatkan kualitas tanaman pangan.
Menurut Sutiman, penggunaan asap tembakau dan cengkeh untuk pengobatan sudah pernah dilakukan secara tradisional, juga oleh kalangan dokter di Eropa pada abad pertengahan.
Dikatakannya, prototipe perlakuan terhadap rokok kretek menggunakan pendekatan nano biology yang dinamakan divine cigarette sudah dirintis dan dikembangkan di Unibraw dan Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas di Malang, Jawa Timur.
"Riset ini kita biaya sendiri bersama Unibraw dan pihak-pihak lain secara pribadi, bukan dari industri rokok," kata Sutiman yang meraih gelar doktor di Bidang Biologi Sel di Sekolah Biologi Universitas Nagoya, Jepang.
Menurut dia, riset serupa dan riset lainnya hendaknya lebih digiatkan dan juga dijadikan acuan dalam pembuatan suatu kebijakan.
(S024/E001/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011