Isi kartu Rp100.000 hanya bisa digunakan membeli premium selama satu hari saja

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR M Romahurmuziy mengusulkan, harga pasar premium guna menekan penyelewengan saat pemberlakuan pengaturan bahan bakar minyak bersubsidi mulai April mendatang.

"Untuk menghindari penyelewengan, sebaiknya pemerintah membuat kebijakan satu harga pasar baik buat industri maupun nonindustri," ujarnya di Jakarta, Senin.

Ia mencontohkan, pada harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) sebesar 97 dolar AS per barel, harga pasar premium Rp7.000 per liter.

Hanya saja, menurut dia, pemerintah memberlakukan mekanisme khusus bagi kelompok pengguna yg masih berhak subsidi seperti angkutan umum pelat kuning.

"Mekanisme khusus itu dengan memakai kartu prabayar yang nilainya sebesar kuota subsidi bulanan," ujarnya.

Misalkan, satu kendaraan angkutan umum mendapat jatah 40 liter premium per hari, maka nilai kartu prabayar berisi Rp100.000 yakni selisih harga pasar premium Rp7.000 dikurangi subsidi Rp4.500 atau Rp2.500 dikalikan 40 liter.

"Isi kartu Rp100.000 hanya bisa digunakan membeli premium selama satu hari saja," katanya.

Mekanisme tersebut, lanjut Romy, akan mengoreksi angka kebutuhan BBM bersubsidi sesungguhnya, sekaligus menjamin kuota yang ditetapkan APBN tidak terlampaui.

Pola tersebut, juga bisa diterapkan pada kendaraan pelat hitam sebelum tahun 2000 setelah melalui proses registrasi.

Sedangkan, bagi kendaraan sepeda motor tetap mendapat premium bersubsidi dengan harga Rp4.500 per liter, melalui penyediaan tempat pengisian premium bersubsidi di SPBU secara terpisah.

Sebelumnya, pengamat energi Pri Agung Rakhmanto juga meminta pemerintah menetapkan harga tertentu premium bersubsidi ketimbang opsi pengaturan.

Menurut dia, dengan menetapkan harga premium Rp6.000 per liter secara nasional atau mengalami kenaikan dibandingkan saat ini Rp4.500 per liter, maka akan langsung memberikan penghematan subsidi tahun 2011 sebesar Rp18,43 triliun.

Sementara, lanjutya, dengan opsi pengaturan yang dilakukan bertahap, maka potensi penghematan 2011 diperkirakan hanya Rp3,3 triliun dengan asumsi harga keekonomian premium Rp6.500 per liter, hingga Rp6,3 triliun pada Rp7.300 per liter.

Keuntungan lain opsi menetapkan harga premium tertentu dibandingkan pengaturan adalah tidak memerlukan kesiapan infrastruktur dan dapat diterapkan langsung secara nasional.

Dampak negatifnya berupa distorsi tambahan, memerlukan pengawasan, menimbulkan inflasi, dan tidak populis.
Namun, lanjut Pri, dibandingkan pengaturan, masyarakat lebih berhak menuntut kompensasi dana penghematan.

(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011