"Hal ini secara tidak langsung akan mengakibatkan inflasi meningkat dalam jangka pendek dan menengah akibat pengusaha menaikkan harga produk, sehingga bebannya akan dipikul masyarakat luas," kata anggota Komisi XI DPR RI Kemal Stamboel dalam siaran persnya, Minggu.
Kemal juga mengkhawatirkan ekspansi dunia usaha akan tertahan sehingga lapangan kerja menjadi terbatas.
Untuk itu, lanjutnya, bank sentral dan pemerintah perlu membuat langkah-langkah lanjutan untuk mendorong agar perbankan nasional tidak langsung merespon dengan menaikkan suku bunga kredit.
Kemal menambahkan, saat ini perbankan nasional masih menikmati selisih antara suku bunga kredit dengan simpanan (spread atau net interest margin/NIM) yang cukup tinggi, sekitar di atas 6 persen.
Saat ini rata-rata suku bunga dasar kredit (SBDK) atau "prime lending rate" perbankan berada di level 11,84 persen dan rata-rata bunga deposito sebulan adalah 6,4 persen.
Ini lebih besar dari beberapa negara tetangga, seperti Malaysia tingkat "spread" bunganya sekitar 3 persen, sedangkan di Filipina sekitar 4 persen.
Untuk itu diharapkan perbankan juga memikirkan sustainabilitas dan daya saing usaha nasabah agar dapat bersaing dengan produk luar negeri yang memiliki akses modal murah.
"Kami akan mendorong komitmen itu, terutama bagi BUMN Perbankan," katanya.
Tentang langkah BI menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,75 persen, Kemal melihat BI sepertinya sudah berupaya untuk tidak menaikkan tetapi ada ada faktor tekanan lain sehingga sulit untuk dipertahankan.
"Komisi XI, terutama panja inflasi dan suku bunga tentunya akan minta penjelasan yang lebih dalam apa argumentasi dan rasionalitasnya," katanya.
Wakil Ketua Panja Inflasi dan Suku Bunga Komisi XI DPR RI ini tetap melihat bahwa inflasi Desember dan Januari yang relatif tinggi, faktor penyebabnya terutama bukan dari sisi moneter, tetapi lebih dari sisi suplai atau sektor riil.
Terganggunya suplai itu diantaranya kurangnya produksi, gagalnya manajemen stok Bulog, keterlambatan raskin, hambatan distribusi, dan gangguan cuaca, ungkap Kemal.
Anggota DPR ini juga menganggap BI seharusnya belum perlu mengambil kebijakan menaikkan suku bunga acuan.
Dia mengatakan bahwa kebijakan perbaikan terpentingnya seharusnya pada peningkatan produksi pangan, memperbaiki manajemen stok dan distribusi barang-barang yang bergejolak harganya (volatile food).
Dia juga mengungkapkan bahwa BI sepertinya mencermati peningkatan ekspektasi inflasi yang dipicu kenaikan harga komoditas global, terutama minyak, seiring gejolak di berbagai negara di kawasan Timur Tengah yang dikenal sebagai negara penghasil utama.
Selain itu juga karena tekanan "capital out-flow" beberapa saat lalu yang menyebabkan rupiah terdepresiasi dan juga rencana pengaturan BBM bersubsidi.(*)
(T.J008/A023)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011