Banjarmasin (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota terus bersinergi memperkuat penanganan kekerdilan (stunting) pada anak balita melalui program terpadu konkret.
Sekretaris Pemprov Kalsel Roy Rizali Anwar di Banjaramsin, Ahad, mengatakan meski di era pandemi COVID-19, Pemprov Kalsel bersama Kabupaten/Kota tetap memprioritaskan sektor strategis di bidang kesehatan, salah satunya upaya penurunan angka stunting.
Hal itu disampaikan Sekda pada lokakarya dengan Tema Penguatan Peran Provinsi dalam Konvergensi Intervensi Gizi dalam Penurunan Stunting.
Pada workshop yang diikuti 17 peserta perwakilan tiap provinsi di Indonesia Roy mengatakan tentang pentingnya kolaborasi dan gotong royong dalam meminimalisasi kasus stunting.
Baca juga: 1.211 balita di Aceh Besar derita kekerdilan selama 2021
Baca juga: Kementan dorong kelompok tani tanam padi Inpari IR Nutri Zinc
"Ini sebuah kehormatan Kalimantan Selatan dijadikan sebagai tuan rumah dalam penyelenggara lokakarya ini," ucapnya.
Kegiatan ini penting dijadikan atensi bersama sekaligus berbagi pengalaman antarprovinsi, untuk memaksimalkan berbagai program dan kegiatan lintas sektoral, demi percepatan penanganan stunting di daerah kita masing-masing.
Menurut Roy, ke depan seluruh pemangku kepentingan terkait, bisa lebih gesit dan efektif dalam menangani permasalahan stunting.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita), akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (hpk).
"Pencegahan stunting penting dilakukan sedini mungkin, untuk membebaskan setiap anak dari risiko terhambatnya perkembangan otak yang menyebabkan tingkat kecerdasan anak tidak maksimal," ucap Roy.
Roy menjelaskan, angka prevalensi stunting nasional berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019 sebesar 27,7 persen sedangkan angka di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 31,75 persen.
Data terakhir berdasarkan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat pada tahun 2020, sebesar 12,2 persen, masih sedikit di atas rata-rata nasional, yaitu 11,6 persen.
"Sedangkan berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi stunting nasional 30,8 persen dan Kalimantan Selatan 33, 08 persen.
Prevalensi stunting Kalimantan Selatan mengalami penurunan, jika dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013, yaitu 44,3 persen, atau turun 11 persen, dengan rata-rata penurunan 2 persen per tahun," ujarnya.
Kalimantan Selatan mempunyai kebijakan dan strategi dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi/balita dan gizi buruk, melalui deklarasi Loksado dan komitmen bersama kepala daerah se-Kalimantan Selatan.
"Beberapa upaya yang telah dan sedang dikerjakan, dalam penanganan stunting di Kalimantan Selatan, antara lain, melakukan monev surveilans gizi melalui aplikasi EPPGBM setiap triwulan.
Program tersebut, untuk mengetahui secara langsung hasil entry pengukuran berat badan, panjang badan/tinggi badan balita melalui pengukuran di tingkat posyandu.
Selanjutnya, melakukan monev evaluasi kinerja kabupaten/kota oleh tim kp2s provinsi, menindak lanjuti tahapan-tahapan aksi integrasi konvergensi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Lalu, meningkatkan kapasitas petugas di tingkat puskesmas dan jajarannya, untuk optimalisasi pelaksanaan surveilans gizi, pemantapan kinerja KP2S kabupaten/kota.
Roy juga menyampaikan, suatu kebanggaan bagi Provinsi Kalimantan Selatan mendapat penghargaan rekor MURI pemrakarsa dan penyelenggara edukasi sajian “Isi Piringku” pertama kepada 2.053 ibu hamil pada tahun 2018.*
Baca juga: Anak muda dan gerakan cegah stunting Indonesia
Baca juga: Nol stunting jadi target terwujud di Kota Solo pada 2022
Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021