Denpasar (ANTARA News) - Pengamat seni dan budaya Bali asal Prancis, Jean Couteau menilai, seniman Ketut Budiana mampu membuat karya lukisan yang menggetarkan batin dengan gelombang garis dan bentuk yang terlihat saling berlintasan, sehingga layak menyandang sebutan stilistik pantastik.
"Sebanyak 60 karya di atas kanvas yang kini sedang dipamerkan di Bentara Budaya Bali (BBB) Gianyar, Bali, juga sarat dengan kekuatan ekspresi simbolisme kosmis," kata Jean Couteau di Denpasar, Minggu.
Ia sebelumnya bersama pengamat seni Bali Drs Hardiman MHum dan seniman Ketut Budiana tampil sebagai pembicara dalam dialog seni rupa mengusung tema "Ambang batas tradisi dan kontemporer" dalam menyemarakkan pelaksanaan pameran yang berlangsung selama dua minggu itu.
Karya-karya Ketut Budiana, menurut Jean Couteau, melampaui apa yang selama ini dikenal dalam lukisan Bali tradisional yang teramat baku.
Bahkan kelincahan tangan-tangannya "menari" di atas kanvas itu menyentuh dunia bawah sadar, di mana mencoba berpijak sambil mencari kunci misteri akan hakekat keberadaan yang pesonanya membuat diri terseret pada pusaran kedalaman sekaligus kesangsian.
Ketut Budiana (60), pensiunan guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Batubulan, Gianyar, menurut Jean Couteau, dalam batas tertentu boleh dianggap sebagai seniman tradisional, karena memori kulturnya dibentuk sebelum masuknya siaran televisi.
Seniman andal itu lahir di perkampungan seniman Ubud, tempat asal sebagian besar seniman terkemuka aliran Pita Maha yang memorinya telah dibentuk sedemikian rupa, termasuk dunia teater dan tari Bali merasuk ke dalam dirinya.
Demikian pula kakeknya adalah seorang ahli bangunan tradisional (undagi) dan keahlian itu menurun pada diri Budiana termasuk membidani lahirnya perangkat upakara pengabenan (pembakaran jenazah), seperti lembu, bade dan lain-lain.
"Ketut Budiana adalah seniman Bali multitalenta serba bisa, karena juga bisa menangani dekorasi pura, tempat suci umat Hindu, yang tidak hanya di Bali namun sampai di Jawa dan Nusa Tenggara Barat," ujar Jean Couteau.
Selain itu yang bersangkutan juga seorang yang "modern" lulusan Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) dan sekolah guru serta sempat mengabdikan diri dalam dunia pendidikan selama 35 tahun.
Ia lahir 60 tahun silam saat Bali masih dirundung kemiskinan, tanpa penerangan listrik dan fasilitas yang sangat minim, namun tumbuh secara perlahan sejalan dengan perubahan Bali yang berangsur-angsur kian makmur.
Namun budaya Bali dilanda kegoncangan akibat derasnya perombakan sebagai akibat serbuan modernitas melalui pariwisata, ujar Jean Couteau.
Ketut Budiana menggelar pameran tunggal menampilkan 60 lukisan bertepatan ulang tahunnya yang ke-60. Seluruh karya lukisan dalam proses produksi menggunakan tiga jenis bahan kertas yang dirancang sedemikian rupa, sehingga menjadi karya yang unik, bermutu dan menarik dalam kemasan seni budaya Bali.
Budiana yang sukses menggelar pameran di sejumlah negara itu dalam melukis juga berkreasi menggunakan kertas khusus dari Jepang, kertas istimewa dari Eropa dan kertas buatan sendiri yang berasal dari pelepah pisang.
"Kertas tersebut saya olah menjadi bahan untuk menghasilkan karya seni, yang kini banyak menjadi koleksi museum di Jepang," ujar Ketut Budiana yang juga tampil dalam dialog tersebut. (I006/P004/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011