Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan merevisi peraturan tentang tatalaksana kemudahan impor tujuan ekspor dan pengawasannya melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.011/2011.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenkeu, Yudi Pramadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, menyebutkan, PMK Nomor 15/PMK.011/2011 merupakan perubahan ketiga atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 Tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya.
Pertimbangan penyesuaian peraturan itu adalah untuk lebih memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum dalam pemberian fasilitas di bidang fiskal guna mendukung peningkatan ekspor nonmigas.
Perubahan dilakukan terhadap Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) dan kemudian ditambahkan satu ayat yaitu ayat (4).
Ayat (1) menjadi: Terhadap penjualan ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) atas hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor, perusahaan wajib membayar bea masuk (BM), cukai, dan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN dan PPnBM).
Besarnya BM ditetapkan sebesar lima persen dikali harga jual apabila tarif bahan bakunya lima persen atau lebih. Kemudian sebesar tarif yang berlaku dikali harga jual, apabila tarif bahan bakunya kurang dari lima persen.
Sementara besarnya tarif cukai sesuai dengan ketentuan tarif yang berlaku.
Sedangkan PPN dan PPNBM disebutkan bahwa PPN dan yang semula tidak dipungut, maka berdasar PMK itu dipungut dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual.
Pada pasal 13 ayat (2) disebutkan bahwa terhadap barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum dijual ke DPIL dilakukan pemeriksaan oleh pejabat berwenang.
Sementara Pasal 13 ayat (3) menyebutkan bahwa dalam hal hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang seharusnya ada di perusahaan tidak dapat
dipertanggungjawabkan maka selain membayar BM dan/atau cukai, juga dikenakan denda sebesar seratus persen dari BM dan/atau cukai yang seharusnya dibayar, serta bunga sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabean dan/atau cukai.
Selain itu wajib membayar PPN dan PPnBM, serta dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 13 ayat (4) menyebutkan bahwa terhadap penjualan ke DPIL atas hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan wajib memungut PPN dan PPnBM.
Kemudian di antara Pasal 26 dan 27 disisipkan Pasal 26 A yang menetapkan bahwa yang dimaksud dengan DPIL adalah tempat lain dalam daerah pabean sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Peraturan baru tersebut mulai berlaku sejak diundangkan yaitu 24 Januari 2011. (A039/Z002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011