Kupang (ANTARA News) - Anggota DPD RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Abraham Paul Liyanto meminta pemerintah untuk jangan mengabaikan ancaman Yayasan New7Wonders untuk menangguhkan keikutsertaan Komodo dalam vote tujuh keajaiban dunia oleh penyelenggara.

"Pemerintah tidak boleh mengabaikan begitu saja semua usaha yang sudah dibangun selama ini, dimana sudah melibatkan masyarakat banyak, bahkan dunia untuk mengangkat nama Komodo yang memang sudah diakui Dunia," kata Paul Liyanto, ketika dihubungi dari Kupang, Sabtu.

Ia mengatakan hal itu menanggapi komentar Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Kembudpar) RI, Jero Wacik sehubungan dengan ancaman dieliminasinya Komodo sebagai salah satu dari 28 finalis vote tujuh keajaiban dunia baru, karena tidak bersedianya Indonesia menjadi tuan rumah penentuan akhir karena tingginya biaya yang dibebankan kepada Indonesia sebagai tuan rumah.

Anggota DPD RI yang membidangi masalah lingkungan hidup itu meminta agar pemerintah kembali memikirkan untung-ruginya bagi pengembangan pariwisata Indonesia bila tetap membiarkan Komodo dicoret dari keikutsertaannya pada ajang pemilihan tersebut.

Menurut dia, kalau Menbudpar beralasan terlalu tinggi biaya yang harus ditanggung dan langsung menolak, itu adalah hal yang terlalu berlebihan.

Karena menurut Paul, sebagai Menbudpar, tentu mengetahui hitungan strategi untung ruginya.

"Misalnya kalau masuk tujuh besar apa dampaknya untuk pariwisata Indonesia dan khususnya NTT," katanya.

"Toh beliau sendiri sudah bilang, kunjungan wisata sudah naik 400 persen. Mestinya Menbudpar harus berani bernegosiasi dulu, tidak perlu harus mengeluarkan uang tunai hingga mencapai Rp400 miliar itu, tetapi ada hitungan-hitungan enterpreunership lainnya," katanya.

Ia mengatakan, Menbudpar bisa saja menggalang sponsor baik perhotelan, maskapai penerbangan, biro-biro perjalanan, dan lainnya untuk memenuhi permintaan penyelenggara.

"Jadi tidak harus berpikir dengan dana yang besar dari pemerintah. Sebenarnya mudah saja, sebagai seorang menteri kok takut amat begitu?" kata Paul.

Paul juga mempertanyakan, mengapa saat ini baru mempersoalkan dana dan status lembaga penyelenggara tersebut? Waktu awal ketika mendaftar mengapa tidak mencari tahu kejelasannya. Ini jelas pemerintah kecolongan karena sebelumnya berani mengeluarkan uang negara USD 600 untuk mendaftar atas nama negara.

"Kalau sekarang baru meragukan keabsahan lembaga tersebut, ini namanya pemborosan uang negara dan sangat memalukan," katanya.

"Saya sarankan agar Pemda NTT bersama seluruh komponen masayarakat NTT dan LSM terutama yg bergerak di bidang pariwisata harus cepat mengambil tindakan untuk menyelamatkan perjuangan ini. Bila perlu buat gerakan pengumpulan koin untuk membantu Menbudpar," tandas Paul.

Paul meminta agar Menbudpar tidak setengah-setengah dalam memperjuangkan pariwisata Indonesia. Pariwisata NTT juga harus dikembangkan, jangan hanya pariwisata Bali saja.

"Saya tidak tahu lagi, bagaimana jadinya kalau Komodo ini ada di Bali? Pasti hal ini tidak terjadi. Saya minta agar nasionalisme Menbudpar dikedepankan untuk pengembangan pariwisata Indonesia secara keseluruhan, jangan cuma sebagian wilayah saja. NTT juga harus ditingkatkan pariwisatanya," kata Paul. (*)
(ANT/B017)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011