Mungkin orang-orang tidak memahami kejadian sebenarnya sehingga dia (melaporkannya).

Makassar (ANTARA) - Terlapor berinisial SA yang dituduh mencabuli hingga memperkosa ketiga anak kandungnya di Kabupaten Luwu Timur pada Oktober 2019 lalu, membantah keras tudingan dugaan kekerasan seksual itu, dengan memberikan klarifikasi terkait persoalan hukum yang dilaporkan mantan istrinya berinisial RA.

"Mungkin orang-orang tidak memahami kejadian sebenarnya sehingga dia (melaporkannya). Terus mamanya, mantan istri saya itu memaksakan kehendak," ujar RA saat dihubungi wartawan sedang berada di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat.

RA berdalih, dalam kasus ini tidak ada yang mencoba melindunginya, apalagi dirinya bukanlah orang berpengaruh di Luwu Timur, hanya sebagai Aparatur Negeri Sipil (ASN) biasa di Inspektorat Pemkab Luwu Timur.

"Kalau kita mau secara analisa, secara logika, saya ini siapa mempengaruhi (kasus) ini. Sampai tuduhannya bahwa bisa mempengaruhi penyidik, dan aparat hukum. Sedangkan bupati, ketua DPRD saja diambil (ditangkap). apalagi semacam saya ini, kalau memang melakukan kesalahan," ujarnya pula.

Ia pun menjelaskan, dari pemeriksaan oleh Biddokes Polda Sulsel terkait hasil visum terhadap alat vital ketiga anaknya pada 2019 lalu, dinyatakan tidak terbukti adanya kekerasan seksual pada anak-anaknya. Begitupun hasil tes kejiwaan pada mantan istrinya, kata dia ada dugaan kelainan jiwa.

"Hasil (visum) kedokteran (dari Biddokes Polda Sulsel) juga tidak mungkin dipertaruhkan, dia punya ini (hasil visum). Kalau saya, secara nalar, tidak masuk (kekerasan seksual), ini tuduhan, siapa mau dianu (dituduh)," katanya membantah.

Ditanyakan sejauh ini bagaimana status hubungan dengan anaknya usai dilaporkan, kata RA lagi, sejak berkasus pada 2019, lalu ibunya serta tiga anaknya ke Makassar dan kini kembali mencuat melalui viral, kata dia, tidak pernah lagi bertemu.

"Saya tidak pernah lihat lagi itu anak-anak, karena takutnya saya dilaporkan dengan masalah baru lagi, itu saya jaga. Karena tahu karakter ini mamanya, jadi saya tidak mau. Cukup saya kirimkan uang makannya tiap bulan, itu rutin," ujar dia lagi.

Dia pun tetap memonitor pemberian nafkah kepada anaknya dan memfoto copy semua bukti transfer. Bahkan menanyakan ke bank untuk memastikan apakah nomor rekening mantan istrinya itu masih aktif atau tidak, karena anak-anaknya tidak memiliki rekening.

"Jadi dia (SA) ini memaksakan kehendak. Sejak bermasalah tidak pernah telepon, saya blokir nomornya. Saya tidak mau mendengarkan kata-kata tidak pantas membuat saya emosi," katanya lagi.
Baca juga: Kantor Staf Presiden: Buka ulang kasus perkosaan anak di Sulsel
Baca juga: Ini jawaban Polri terkait kasus perkosaan anak di Luwu Timur

Arsip - Ilustrasi anak korban tindak kekerasan. antaranews


Lapor balik pencemaran nama baik

Ia pun sudah melaporkan balik mantan istrinya terkait kasus itu karena telah mencemarkan nama baiknya ke Polres Luwu. Hanya saja, sejauh ini belum mendapat respons dari aparat setempat.

"Makanya saya laporkan balik (pada 2019), tapi belum ada tindak penyelesaian sampai sekarang," bebernya.

Berkaitan dengan mencuatnya kembali kasus tersebut setelah dihentikan Polres Luwu pada 2019 lalu, kemudian viral, RA juga akan kembali melakukan upaya hukum balik, karena nama baiknya tercemar. Kendati telah diberikan pertimbangan bahwa istrinya ada masalah penyakit kejiwaan.

"Itu kan beredar, karena liar ini barang. Maksudnya begini, karena tidak terbukti yah kan, saya punya hak untuk lapor balik, apalagi ini (viral) sudah se-Indonesia. Termasuk (melaporkan) orang-orang itu, saya kumpul komentar komentarnya (medsos-media), nanti saya saring mana yang dibawa ke ranah hukum," katanya menegaskan.

"Saya hanya berharap Polres Luwu Timur segera menindaklanjuti, semoga laporan balikku, karena itu pencemaran nama baik. Saya hancur, karakterku hancur. Terus ini juga anak, nanti psikologisnya bagaimana, nanti masuk sekolah, pasti dibully, bahwa sudah di anu ayahnya," tuturnya kecewa.

RA pun menyesalkan terkait kasus itu. Seharusnya publik menganalisa dan secara logika yang benar, bagaimana kebenarannya. Sebab, tidak mungkin kasus seperti ini mau dibiarkan aparat hukum, apalagi dia dituduh melakukan kekerasan seksual pada anaknya bersama teman-temannya.

"Logikanya dimana. Itu tidak jalan pikirannya, semacam orang-orang berhalusinasi semua. Harusnya datang di Luwu Timur, pelajari disana, situasinya bagaimana. Mohon maaf, orang yang fitnah saya ini tidak akan saya maafkan," ucapnya terbata-bata sembari menahan emosi.

Konsultasi kasus di P2TP2A di Makassar

Saat berada di Makassar, dia pun sempat mendatangi kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) di Makassar untuk menanyakan tanggungjawab bagaimana perlindungan anak terhadap anak diasuh orang-orang ada kelainan jiwa.

"Iya tadi (di Kota Makassar), hanya mencari konsultasi. Kebetulan saya ada di Makassar, lewat jadi singgah mempertanyakan bagaimana upaya perlindungan anak terhadap pemberitaan. Ini kan psikologi anak terganggu nanti kalau sudah dewasa, jadi harus diantisipasi itu," katanya.

Mengenai upaya hak asuh yang akan ditempuh melalui pengadilan pada ketiga anaknya, RA mengungkapkan sudah dilakukan sejak awal kasus tersebut pada 2019 lalu.

"Kemarin tujuan saya pelaporan balik kan (ajukan hak asuh), setelah berjalan, mungkin saya jadikan dasar untuk masuk pengadilan untuk mendapatkan hak asuh. Hanya saja, ini viral lagi, ya mungkin saya selesaikan dulu ini," tambahnya mengklarifikasi.

Sebelumnya, SA melaporkan mantan suaminya RA terkait dugaan kekerasan seksual terhadap ketiga anak kandungnya masing-masing berinsial AL (8), MR (6) dan AL (4) pada 2019 lalu. Belakang kasusnya dihentikan polisi karena tidak cukup bukti, dan kasus ini kembali mencuat pada Oktober 2021 karena viral di media sosial terkait proses penghentian penyelidikan pada kasus tersebut dinilai janggal.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021