Jakarta (ANTARA) - Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Nurkanto mengatakan vaksin malaria RTS,S yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) efektif untuk mencegah malaria yang disebabkan parasit Plasmodium falciparum.
"Vaksin RTS,S ini hanya untuk kasus malaria yang disebabkan Plasmodium (P) falciparum, untuk spesies lain penyebab malaria belum tentu terbukti efektif," kata Arif saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan saat ini memang penyebab kasus malaria memang didominasi oleh P falciparum, sehingga penemuan vaksin itu merupakan suatu kabar yang menggembirakan untuk mendukung upaya penanggulangan malaria. Sementara, vaksin tersebut belum tentu efektif untuk jenis parasit malaria lain.
Namun, di Indonesia, ada juga kasus malaria yang disebabkan parasit lain yakni Plasmodium vivax. Dia berharap vaksin itu dapat berfungsi untuk mencegah malaria yang disebabkan parasit P vivax, namun demikian biasanya vaksin bersifat spesifik untuk penyakit yang disebabkan oleh patogen tertentu.
Baca juga: Peneliti Pusat Riset Biologi: Program eliminasi malaria belum efektif
Baca juga: Konsumsi obat doksisiklin dianjurkan untuk cegah Malaria
Arif mengatakan vaksin RTS,S tersebut tidak berlaku untuk keseluruhan parasit malaria.
"Mudah-mudahan bisa juga berfungsi untuk vivax," ujar Arif.
Selain menemukan vaksin, Arif mengatakan program eliminasi juga harus tetap dibarengi dengan pengendalian vektor malaria, karena kasus malaria sudah menjadi masalah dunia, khususnya daerah tropis dan sub Sahara lebih dari 150 tahun.
Badan Kesehatan Dunia merekomendasikan penggunaan vaksin malaria RTS,S/AS01 atau RTS,S secara luas di antara anak-anak di Afrika sub-Sahara dan di wilayah lain dengan penularan malaria P falciparum sedang hingga tinggi.
Rekomendasi tersebut didasarkan pada hasil dari program percontohan yang sedang berlangsung di Ghana, Kenya dan Malawi yang telah menjangkau lebih dari 800.000 anak sejak 2019.
“Ini adalah momen bersejarah. Vaksin malaria untuk anak-anak yang telah lama ditunggu-tunggu merupakan terobosan bagi ilmu pengetahuan, kesehatan anak, dan pengendalian malaria,” kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, sebagaimana dikutip ANTARA dari laman resmi website WHO.
Malaria tetap menjadi penyebab utama penyakit dan kematian anak di sub-Sahara Afrika. Lebih dari 260.000 anak-anak Afrika di bawah usia lima tahun meninggal karena malaria setiap tahun.*
Baca juga: Dinkes Mimika pastikan malaria terkendali selama PON Papua
Baca juga: Dinkes Mimika sosialisasikan pencegahan malaria pada peliput PON Papua
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021