Atraksi "tatung" dalam memeriahkan perayaan Cap Go Meh (15 hari Imlek menurut penanggalan China) merupakan salah satu ritual dalam membersihkan suatu kota dari gangguan roh-roh jahat, selalu ditampilkan dalam setiap perayaan hari besar di kalangan masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat.
Tetapi atraksi "tatung" tahun ini mulai dibatasi dengan dikeluarkannya larangan bagi "tatung" untuk melakukan atraksinya di jalan-jalan umum pada perayaan Cap Go Meh 2562.
Wali Kota Pontianak Sutarmidji menyatakan, Pemerintah Kota setempat melarang atraksi "tatung" atau seorang dukun yang kerasukan arwah leluhur pada perayaan Cap Go Meh karena dinilai lebih menonjolkan kekerasan.
Tatung adalah seorang dukun yang kerasukan arwah leluhur atau roh setelah menjalani ritual. Setelah kerasukan roh seorang tatung tersebut melakukan berbagai atraksi di luar kemampuan manusia sadar, seperti berdiri di atas sebilah pedang tajam, bahkan tidak segan-segan menggigit seekor binatang hidup, seperti, anjing.
Wali Kota Pontianak menilai, larangan tersebut dikeluarkan setelah melakukan evaluasi bersama Muspida Pemkot Pontianak, tokoh agama, tokoh masyarakat dan adat, terkait penodaan agama oleh seorang "tatung" pada perayaan Cap Go Meh tahun 2010.
Pelarangan atraksi "tatung" karena berbagai atraksi seorang dukun yang sedang kemasukan arwah leluhur itu lebih menonjolkan kekerasan, sehingga kurang layak ditonton oleh masyarakat umum. "Apalagi banyak anak-anak yang menonton atraksi tersebut," ujarnya.
Ia menilai, boleh-boleh saja atraksi tatung diselenggarakan, tetapi di komplek kelenteng sehingga hanya masyarakat Tionghoa yang sedang merayakan Imlek dan Cap Go Meh saja yang menyaksikannya.
"Kalau diselanggarakan di kelenteng, tidak ada yang melarang, karena atraksi `tatung` termasuk bagian dari prosesi ritual agama Konghucu," kata Sutarmidji.
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis juga mengatakan, tidak ada larangan bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakan Cap Go Meh dengan atraksi "tatung", tetapi sebaiknya diselenggarakan di kelenteng saja, tidak ditempat umum.
"Kalau atraksi `tatung` di kelenteng, sampai pagi pun boleh, tidak ada yang melarang," ujarnya.
Pemkot Pontianak menunjuk Yayasan Bhakti Suci untuk menjadi panitia Perayaan Imlek dan Cap Go Meh di kota itu pada tahun 2011.
Selain itu, Pemkot Pontianak juga tidak menolak permohonan Majelis Adat Budaya Tionghoa Kalbar, untuk menutup sebagian Jalan Diponegoro mulai 11-18 Pebruari karena dianggap merugikan pelaku usaha di sepanjang jalan tersebut.
Akulturasi Dua Budaya
Ketua Paguyuban Sosial Masyarakat Tionghoa Indonesia Kalbar Kenny Kumala mengaku kecewa dengan keputusan Wali Kota Pontianak yang melarang atraksi "tatung" tersebut.
Ia menilai, masyarakat dan anak-anak umumnya hampir setiap hari dipertontonkan adegan kekerasan di layar televisi, baik itu film-film maupun maupun sinetron.
"Kalau mau menghentikan kekerasan, bukan hanya sehari saja saat perayaan Cap Go Meh, tetapi semua tayangan di televisi juga ikut dihentikan. Kalaupun tidak layak untuk anak-anak, kenapa orangtua masih saja membawa anaknyak untuk menonton atraksi `tatung`," ujarnya.
Kenny Kumala menjelaskan, "tatung" merupakan akulturasi dua etnis yakni Tionghoa dan Dayak. Menurut dia, saat ini di China saja sudah tidak ada lagi "tatung" seperti di Kalbar ini.
Menurut dia, Wali Kota hendaknya mengetahui dulu apa itu sejarah "tatung". Pelarangan itu sama saja dnegan melarang kebebasan budaya dua etnis Kalbar untuk mempresentasikan kebudayaan mereka yang sangat laku dijual untuk menarik minat wisatawan mencanegara ke Kalbar.
Ia mengakui, beberapa tahun lalu masih ada hal yang kurang etis dari atrakasi "tatung", misalnya melibatkan binatang pada atraksinya. "Semuanya sudah kami rapikan dan tidak terlalu vulgar, mereka pada `tatung` sudah dibina," ujarnya.
Ketua II Yayasan Bhakti Suci Pontianak Simon Budianto menyatakan, pihaknya tidak begitu mempermasalahkan pengaturan atraksi "tatung" pada perayaan Cap Go Meh.
"Kami ikut aturan saja, meksipun tidak boleh mengikuti karnaval, atraksi `tatung` masih bisa dilakasanakan di kelenteng," katanya.
"Tatung" Diperbolehkan
Berbeda dengan di Kota Pontianak, Kota Singkawang atau kota Amoy, memperbolehkan atraksi tatung pada perayaan Cap Go Meh, karena tatung bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi kota itu untuk memikat setiap wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk datang ke kota seribu kelenteng itu.
Wali Kota Singkawang Hasan Karman menyatakan, pihaknya tetap mengizinkan atraksi "tatung" pada perayaan Cap Go Meh, karena kalau dihilangkan maka tidak menarik.
"Atraksi `tatung` adalah daya tarik tersendiri bagi perayaan Cap Go Meh di Singkawang, karena kalau hanya menampilkan replika naga, barongsai dan lainnya banyak ditemukan di daerah lain," katanya.
Hasan Karman menambahkan, sekitar 770 orang "tatung" akan melakukan atraksi dalam memeriahkan perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang.
"Sebenarnya jumlah tatung yang akan memeriahkan perayaan Cap Go Meh tahun ini masih banyak lagi, tetapi dibatasi panitia agar tidak terlalu banyak," katanya.
Menurut dia, tidak ada atraksi kekerasan dalam atraksi "tatung". "Mereka (tatung) hanya mempertunjukkan kemampuannya saja, dan tidak lebih dari itu," kata Wali Kota Singkawang yang juga dari etnis Tionghoa itu. (A057/KWR/K004)
Pewarta: Oleh Andilala
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011