Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Perompak Somalia meninggalkan salah satu pangkalan besar mereka di daerah semi-otonomi Puntland karena khawatir pasukan keamanan setempat akan menghancurkan mereka, kata perompak dan penduduk Garad, Rabu.
"Penduduk dan pemerintah Puntland memaksa perompak meninggalkan daerah pantai Garad," kata pengusaha Abdikadir Yusuf Ali kepada Reuters.
"Kini tidak ada satu kapal pun yang berlabuh di pantai wilayah itu. Seluruh 13 kapal yang berada di sini telah dipindahkan ke daerah Hobyo dan El-Dhanane yang hanya berjarak 30 kilometer dari sini. Mereka tidak saja pergi dengan kapal-kapal mereka namun juga dengan mobil mewah mereka," tambahnya.
Berkat uang tebusan dari hasil pembajakan kapal, para pemimpin perompak menikmati status seperti selebriti dalam beberapa tahun terakhir, dengan mengemudikan mobil mahal dan tinggal di vila kelas atas, namun gaya hidup berlebihan mereka telah membuat banyak penduduk lokal menentang mereka.
Mohamed Ahmed Alim, pejabat tinggi di daerah Galmadug, mengkonfirmasi bahwa perompak telah tiba di wilayahnya.
"Mereka mengatur ulang pangkalan mereka dan ini merupakan bagian dari taktik keamanan. Namun, itu hanya sementara, mereka akan kembali lagi ke Garad," kata Andrew Mwangura, kepala Program Bantuan Pelaut Afrika Timur.
Perompak menyatakan, mereka pergi setelah penduduk membagikan selebaran yang berisi ultimatum "pergi atau hadapi perlawanan."
Perompakan meraja-lela di lepas pantai Somalia, yang mengacaukan jalur pelayaran antara Eropa dan Asia, membuat awak dan kapal terancam bahaya serta mendorong beaya asuransi bagi perusahaan perkapalan.
PBB memperingatkan, perompak Somalia menjadi semakin berani dan tetap mendahului pasukan angkatan laut internasional yang berusaha mengakhiri pembajakan di kawasan perairan itu.
Pada 2009, perompak Somalia menyerang lebih dari 130 kapal dagang di lepas pantai Somalia, naik lebih dari 200 persen dari tahun 2007, menurut Pusat Pelaporan Perompakan Biro Maritim Internasional di Kuala Lumpur.
Perompak yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.
Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan perompak, namun serangan masih terus berlangsung.
Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.
Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak perompakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan -- termasuk 68 pembajakan yang berhasil -- dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar.
Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.
Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.
Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut Menteri Perikanan Puntland Ahmed Saed Ali Nur.
Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.
Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011