"Keberadaan lembaga baru yakni gubernur utama dan wakil gubernur utama itu dipastikan tidak akan menambah efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di DIY," kata juru bicara F-PDI-P Alexander Litaay saat membacakan pandangan umum F-PDI-P atas RUUK DIY di Komisi II DPR Senayan Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Fraksi PDIP pantas berprasangka bahwa DIY menjadi korban atas kegemaran pemerintah pusat untuk membentuk berbagai lembaga baru seperti yang terjadi di tingkat pusat.
Penyampaian pandangan fraksi-fraksi tersebut dihadiri oleh Mendagri Gamawan Fauzi dan Menkumham Patrialis Akbar dan perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Lebih lanjut F-PDIP menilai munculnya kekawatiran pemerintah jika Sultan dan Paku alam berusia senja atau sebaliknya merupakan kekawatiran yang cenderung mengada-ada.
Menurut PDI-P pemerintah telah menafikan mekanisme internal keraton Yogyakarta Hadiningrat yang telah ratusan tahun berlangsung dan terbukti efektif mengantisipasi berbagai kemungkinan termasuk seperti yang dikawatirkan pemerintah.
"Keraton memiliki aturan internal yang disebut paugeran yang di dalamnya juga mengatur sistim perwalian ketika Sultan yang bertahta masih berusia muda,` kata Alex Litaay.
Sementara mengenai alasan pemerintah bagaimana dengan pertanggungjawaban hukum jika Sultan dan Pakualam tersangkut kasus hukum, PDIP menegaskan bahwa NKRI adalah negara hukum karena itu semua orang sama dimuka hukum.
Menurut hukum berlaku bagi siapa pun dan apa pun. Yang bersalah di mata hukum, maka sanksi atas pelanggaran hukum berlaku tanpa kecuali.
"Fraksi PDI Perjuangan menegaskan jika mencermati secara seksama ciri pokok keistimewaan DIY diletakkan pada keunikan posisi kepala daerah dan wakil kepala daerah yakni masing-masing dijabat oleh Sultan dan Pakualam yang sedang bertahta melalui mekanisme penetapan dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI," kata alex.(*)
(T. J004/S019)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011