New York (ANTARA News/AFP) - Harga minyak mentah ditutup beragam pada Selasa waktu setempat, dengan kontrak acuan London melonjak melamaui 102 dolar Amerika Serikat per barel karena investor khawatir tentang kerusuhan Mesir dan kemungkinan gangguan pasokan melalui Terusan Suez.

Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet WTI untuk pengiriman Maret, jatuh 1,42 dolar menjadi ditutup pada 90,77 dolar per barel. Para analis mengatakan pasokan minyak yang berlimpah di depot Cushing di Oklahoma membebani pasar.

Tapi di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret melonjak dalam perdagangan `intraday` mencapai 102,08 dolar, level tertinggi sejak akhir September 2008 setelah kebangkrutan Lehman Brothers mengirim pasar-pasar keuangan jatuh berputar-putar.

Investor mengawasi kekacauan di Mesir, tempat bagi Terusan Suez yang penting, yang membawa sekitar 2,4 juta barel minyak per hari, atau kurang-lebih setara dengan produksi harian Irak atau Brazil.

Brent akhirnya menetap di 101,74 dolar, atau naik 73 sen.

"Pedagang menghargakan kemungkinan eskalasi protes di seluruh Timur Tengah, sehingga selama kerusuhan berlanjut harga minyak mentah akan tetap didukung dengan baik," kata Simon Denham, seorang analis di kelompok perdagangan Capital Spreads.

"Brent akhirnya berhasil menembus 100 dolar dan duduk gembira di atas sana untuk saat ini. Para pedagang perlu menyadari bahwa harga komoditas dapat mundur kembali karena hanya mereka naik agresif," tambahnya Selasa.

Lebih dari satu juta orang ambil bagian dalam demonstrasi anti-pemerintah di Mesir pada Selasa, hari kedelapan protes ditujukan untuk mengusir Presiden Hosni Mubarak, sumber keamanan mengatakan.

Pemerotes marah -- di mana diperkirakan sekitar 300 orang tewas dan lebih dari 3.000 orang telah cedera -- telah membuat kegelisahan di seluruh Timur Tengah.

Investor khawatir bahwa demonstrasi serupa -- yang juga menyentuh Tunisia, Yaman dan Yordania -- dapat menyebar di tempat lain di wilayah kaya minyak.

"Setelah kerusuhan di Tunisia dan Mesir, masih ada risiko tinggi dari masalah menyebar ke negara-negara tetangga, termasuk produsen minyak utama Afrika Utara Libya dan Aljazair," kata analis Commerzbank Carsten Fritsch.

"Meskipun sejauh ini gejolak tersebut tidak mempengaruhi pengiriman minyak `premi risiko` geopolitik lebih cenderung meningkat lebih lanjut."

Analis Barclays Capital mencatat dalam laporannya bahwa "kemungkinan untuk penutupan Terusan Suez sangat kecil pada saat ini." (A026/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011