Jakarta (ANTARA) - Menyambut Hari Batik Nasional 2 Oktober lalu, KBRI Canberra menyelenggarakan seminar bertajuk Sustainability of Batik as Indonesia's heritage for the world: Opportunities and Challenges yang dipantau dari Jakarta, Kamis.

Dalam seminar itu Duta Besar RI untuk Australia, Kristiarto S Legowo, mengatakan batik memiliki dua arti utama bagi masyarakat Indonesia.

"Pertama, batik adalah warisan budaya dari leluhur Indonesia, yang telah diturunkan dari generasi ke generasi dengan model yang berbeda-beda di setiap daerah dan mengandung nilai-nilai yang unik di masing-masing komunitas itu," katanya.

Yang kedua, lanjutnya, batik merupakan bagian dari industri Indonesia dan menjadi sumber penghidupan atau pekerjaan bagi masyarakat.

"Permintaan untuk batik telah meningkat dari tahun ke tahun, tak hanya di pasar domestik namun juga di kancah internasional. Bahkan (batik) telah memenetrasi industri high fashion," kata Dubes Kristiarto.

Dia menyebut dua rumah desain internasional, Dior dan Louis Vuitton, yang sempat memadukan motif-motif batik ke dalam desain mereka.

Menurut Kristiarto, semakin meningkatnya minat dan permintaan itu mendorong industri batik terus berkembang agar dapat memenuhi standar yang semakin tinggi pula.

"Guna menjaga produksi batik tetap berkelanjutan, saya meyakini bahwa fungsi budaya dan ekonomi batik perlu disinkronkan. Sangat penting untuk mendiskusikan keberlanjutan batik sebagai warisan budaya dan pekerjaan industrial. Jika tidak, maka batik hanya akan menjadi relik sejarah," paparnya.

Melalui gelaran seminar tersebut, diharapkan lebih banyak perhatian dapat diarahkan ke aspek keberlanjutan dari industri batik.

Pembicara lain dalam seminar itu, Yan Yan Sunarya dari Institut Teknologi Bandung, mengatakan bahwa batik merupakan kumpulan dari kekayaan pengetahuan dan keragaman keindahan.

Selain itu, batik juga merupakan identitas nasional yang kemudian menjadi simbol untuk menghormati manusia dan pencapaian budayanya.

Dia menyoroti batik Sunda yang disebut memiliki karakter spesifik dan unik. Menurut penelitiannya terkait batik Sunda, sejak abad ke-16 wilayah Sunda telah mengenal produksi batik.

“Meski banyak ahli mengatakan bahwa batik Sunda pada awalnya terpengaruh oleh batik Jawa, namun dalam perkembangannya batik Sunda memiliki karakter spesifik yang berbeda seiring dengan perkembangan nilai-nilai dan budaya Sunda yang memiliki perbedaan dengan Jawa," kata Yan Yan.

Pembicara lainnya, Maria Wornska Friend dari Universitas James Cook, menyoroti batik Jawa secara khusus.

Batik Jawa memiliki kontribusi yang sangat besar bagi dunia sejak berabad-abad yang lalu, kata dia.

Bahkan, menurutnya, pengaruhnya mencapai luar wilayah Nusantara, yaitu India, Afrika, Eropa, bahkan Australia.

Perempuan yang telah melakukan penelitian tentang batik Jawa selama lebih dari 30 tahun itu memberikan contoh.

Motif “Parang Rusak” dari Jawa Tengah, misalnya, telah menginspirasi motif "Fan" yang diproduksi oleh Vlisco di Belanda.

“Sebelum tahun 1913, di Manchester terdapat batik West-Africa yang motifnya terinspirasi dari batik Jawa, bahkan di India, penyair besar Rabindranath Tagore pada tahun 1929 sudah mengenakan batik Jawa," katanya.

Melalui gelaran seminar itu, KBRI Canberra berharap agar kecintaan masyarakat terhadap batik Indonesia semakin besar dan muncul semangat untuk mempromosikan batik sebagai bagian dari tren mode di kalangan internasional.

Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021