Mencirikan suatu bangsa dalam menghadapi kebencanaanJakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan sebuah riset kebencanaan perlu melibatkan para peneliti dengan masyarakat.
"Peneliti harus melakukan kegiatan beyond research, engage dengan masyarakat, dan bagaimana suara masyarakat bisa diperdengarkan di forum akademik dan kebijakan," ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Riset Kependudukan Organisasi Riset Sosial Humaniora (Soshum) BRIN Herry Yogaswara di Jakarta, Kamis.
Herry mengatakan pada dasarnya riset dengan pendekatan sosial humaniora melibatkan berbagai komunitas dan para peneliti, hingga berbagai lembaga dengan multi, inter, dan trans-disipliner untuk membentuk satu hasil.
Hasil tersebut yang nantinya akan dibawa ke publik, lokakarya, maupun gelar wicara. "Bagaimana membawa hasil riset ke publik dan menjadi pembelajaran serta kesadaran publik," ujar dua.
Dalam riset kebencanaan dari aspek sosial humaniora, Herry mengatakan terdapat tiga pendekatan yakni di lokasi kejadian dengan penggalian, untuk membuktikan adanya tsunami di masa lalu
Kemudian menggali data dari masyarakat tentang keberadaan tsunami, dan mendapatkan gambaran dan bencana tersebut. Terakhir, yakni melobi pimpinan daerah, ketika memasuki ranah kebijakan penanggulangan bencana.
Baca juga: 23 perguruan tinggi siap berkolaborasi untuk riset kebencanaan Bali
Baca juga: Unsyiah-Unsrat jalin kerja sama riset kebencanaan
"Lalu bagaimana mendeskripsikan dan ditranslasikan dalam publik-publik yang berbeda," ujar dia.
Hasil tersebut dapat dibuat laporan untuk akademisi menjadi bahan mentah penting untuk kebijakan. Kemudian proses menerjemahkan kebencanaan dengan langgam yang mudah dimengerti masyarakat untuk meningkatkan kesadaran.
Selain itu hasil riset tersebut dapat menjadi bagian dari kebijakan, yang nantinya bisa menjadi peraturan daerah.
Herry mengakui adanya bencana COVID-19 telah menggeser pendekatan riset sosial humaniora. Dalam hal ini, periset dituntut menemukan jawaban dari satu persoalan dengan cepat.
"Riset yang awalnya tatap muka, harus menjadi daring, screen to screen," ujar dia. Kemudian membentuk risk culture yang membentuk riset penting, yang mencirikan suatu bangsa dalam menghadapi kebencanaan.
Baca juga: Menristek: Dana abadi riset diprioritaskan untuk sektor kebencanaan
Baca juga: Riset kebencanaan perlu terus didorong presiden terpilih
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021