"Kalau Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut diberlakukan bisa menekan jumlah produk rokok di Indonesia, sehingga tentunya produksi tembakau juga akan tertekan, dan petani tembakau dirugikan," katanya di Temanggung, Jawa Tengah, Senin malam.
Mantan Menteri Perindustrian ini mengatakan hal tersebut dalam pertemuan dengan Bupati Temanggung Hasyim Afandi dan sejumlah pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung, di Pendopo Pengayoman Temanggung.
"Petani tembakau saat ini sedang galau dengan munculnya RPP itu, karena jika nantinya diberlakukan, jelas akan berdampak pada mereka," katanya.
Ia mengatakan sekitar 6,5 juta orang di Indonesia terlibat dalam industri rokok, baik dari hulu hingga hilir, dan cukai rokok yang diterima pemerintah mencapai Rp60 triliun selama setahun.
Rokok kretek, kata dia merupakan produk asli Indonesia, dan tidak ada di luar negeri.
Menurut dia, sekarang sedang terjadi perang dagang antara perusahaan farmasi untuk rokok putih dengan industri rokok kretek guna merebut pangsa pasar rokok di Indonesia.
Ketua Gabungan Asosiasi Pengusaha Rokok Indonesia (GAPRI) Ismanu mengatakan rokok putih yang beredar di Indonesia sekarang sekitar tujuh persen, dan tidak bisa bersaing dengan rokok kretek.
"Ketika mereka tidak bisa bersaing di pasar, maka kemudian menggunakan jalur pemerintah untuk membuat peraturan yang merugikan rokok kretek. Padahal, industri rokok tidak pernah mengganggu pemerintah," katanya.
Bupati Temanggung Hasyim Afandi mengatakan tembakau merupakan icon kabupaten ini. Setiap tahun tembakau yang ditanam di wilayah Temanggung rata-rata 11 ribu hektare dengan produksi tujuh ribu ton.
"Jumlah tersebut belum mencukupi untuk kebutuhan pabrikan yang memiliki gudang di Temanggung, sehingga harus mendatangkan dari sejumlah daerah di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung," katanya.
Ia mengatakan tembakau yang berasal dari luar Kabupaten Temanggung sering disebut tembakau temanggungan.
Selama setahun jumlah tembakau yang beredar di Temanggung sekitar 21 ribu ton. (H018/M008/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011