Pesepak takraw putri DKI Jakarta Jasmini (kanan) melakukan smes yang coba ditahan pesepak takraw putri Jawa Timur Aulia Febriani (kiri) dalam Final Sepak Takraw Ganda Putri Beregu PON Papua di GOR Trikora Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Rabu (29/9/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj

Tentang pilihan-pilihan

Setiap perjalanan memiliki ujian dan tantangannya sendiri, begitu juga dengan upaya Jasmini merintis karier sebagai atlet di Jakarta.

Belum sampai satu bulan ia menetap di ibu kota, Jasmini mendapatkan kabar kurang mengenakkan saat ibundanya meninggal dunia.

Kala itu, Jasmini tengah bersiap untuk pertama kalinya tampil membela DKI di ajang Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) X/2009 di Yogyakarta serta menjelang keberangkatan ke Thailand untuk uji tanding.

"Di situ paling berat, cuma lemas, latihan susah," kata Jasmini.

Akhirnya ia memberanikan diri kepada pelatihnya di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) DKI yang kini juga mendampinginya di tim sepak takraw DKI, Abdul Gani, untuk pulang ke Pulau Kayuadi.

Almarhum ibunda menjadi satu-satunya hal yang ada di dalam kepala Jasmini sepanjang perjalanan jauh dari Jakarta hingga Pulau Kayuadi yang menggunakan moda transportasi udara, darat dan laut.
Jakarta-Makassar ia duduk di atas pesawat, Makassar-Kepulauan Selayar ia mengendarai bus dan Kepulauan Selayar-Pulau Kayuadi tangan Jasmini tak henti-hentinya menyentuh air saat menaiki perahu kecil.

"Sampai di rumah mama sudah dimakamkan," kenang Jasmini.

Peristiwa itu tak ubahnya menjadi seremoni upacara kedewasaan bagi Jasmini remaja. Sebab dari momen itu, di Pulau Kayuadi, Jasmini mendapatkan petuah penting dari sang Tetta (sebutan ayah di Makassar).

"Walaupun kamu di sini, mama tidak mungkin hidup lagi. Kamu itu harus mengingat apa tujuan kamu ke Jakarta. Mau sukses kan? Itu yang harus dibuktikan, jangan sampai janji dan mimpi yang kamu kasit tahu ke mama kamu tidak terwujud," kata Jasmini mengulang petuah dari sang Tetta.

Peristiwa kepergian sang ibu juga boleh dibilang menjadi satu-satunya momen di mana Jasmini berat menjalani latihan, yang memang sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang atlet.

Petuah dari sang Tetta menjadi pegangan Jasmini selama menjalani kariernya, bahkan saat ia harus berkonsentrasi tampil di PON Papua bersama DKI.

"Kemarin pas persiapan PON ini orang tuaku kena stroke. Cuma ya namanya kita lagi berjuang, hanya bisa memperbanyak doa, membacakan surat Yasin," katanya.

Jasmini juga dihadapkan pada keputusan besar lainnya, saat ia harus memilih antara ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau membela DKI di PON Papua.

Tanggal ujian yang ditetapkan yakni 14 September 2021, berbarengan dengan jadwal keberangkatan tim sepak takraw DKI ke Papua.

"PON cuma empat tahun sekali, CPNS mungkin bisa tiap tahun. Yang di depan mata itu enggak boleh disia-siakan, karena sudah terjun di situ selama 10 tahun lebih, bahkan dari kecil, kenapa demi PNS ditinggalin," kata Jasmini mengulangi masukan dari keluarga dan psikolog tim.

"Alhamdulillah juga enggal nyesel karena di sini berhasil dapat emas," ujarnya lagi.

Baca juga: Simbah peluh sepak takraw DKI menggumpal jadi emas PON perdana

Halaman selanjutnya: GOR Trikora, Jayapura...

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021